
Orang Komunis Tak Takut Mati oleh Nurbani Yusuf, pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Buya Hamka menulis: Nyoto dan Sudisman dua tokoh PKI berdiri tegak pada Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dengan sungging senyum sinis di bibir. Ia dengan berani menunggu putusan mati. Kemudian ia bacakan puisi heroik Rabindranat Tagore tapi penuh cemooh.
Daun-daun kering berguguran
untuk menumbuhkan daun-daun muda yang segar
Tulisan itu mengingatkan bahaya komunis. Juga ikhtiar merawat pentingnya tetap membenci PKI kepada anak cucu pada setiap bulan September.
Buya Hamka bertanya ringan: kenapa orang komunis tak takut mati padahal ia tak percaya pada Tuhan dan hari akhirat?
Jawabnya adalah karena mereka mendalami pengertian terhadap cita-cita ideologi. Semacam weltanschauung. Pandangan hidup. Atau philosophische grondslag. Dasar filsafat. Mereka tidak memercayai hal ghaib, padahal ideologi itu sendiri adalah ghaib.
Ideologi adalah cita cita. Dengannya orang komunis berani mati pada cita-cita ideologi yang digenggam. Pengikut nazi dengan pongah berkata bahwa selain kelompok mereka adalah anjing kurap. Lantas ribuan orang Yahudi dibunuh. Orang Jerman sering berkata: kapan anda pulang pada setiap tamu yang datang.
Demi Ideologi
Lantas apa yang antum tahu tentang ideologi Marxisme dan PKI. PKI adalah sejarah kelam. Praktik politik hitam yang mengerikan. Mereka menghalalkan semua cara untuk mendapat kekuasaan. Mengintimidasi, teror, janji palsu termasuk membunuh dan menyebar berita hoax. Ini cara dan strategi PKI maka jangan ditiru.
Atau dengan lembut bjsa dikatakan bahwa Marxisme adalah jenis filsafat yang digagas oleh Karl Marx. Yang bersumbu pada dua teori: Dialektika Hegelian dan Materialisme Feurbach. Sedang PKI adalah jenis partai yang berideologi Marxis. Dua hal berbeda meski bersinggungan erat. Sebagai partai politik PKI sudah tamat ditelan sejarah tapi siapa bisa membunuh ideologinya.
PKI menjanjikan agar tanah-tanah tidak dikuasai sekelompok orang, tapi dibagi-bagi pada rakyat sesuai kebutuhan. Para saudagar kaya tidak menumpuk kapital, tapi membagikannya kepada proletar, agar kemiskinan bisa diratakan dalam konsep keadilan komulatif.
Tak ada kekayaan ditumpuk pada segelintir elite, tak ada kemelaratan menyiksa pada masyarakat miskin, sebab semua dibagi sama, tak ada yang tinggi, tak ada yang rendah. Tak bolehkah Marxisme punya cita-cita ini? Dengannya para pengikut PKI berani mati.
Penyakit Wahn
Sebagai muslim saya bertanya. Saya mencita-citakan apa? Bagaimana jika kebanyakan kita tak punya cita-cita. Kebanyakan dari umat Islam tak punya ideologi. Seperti kata Aprodhite dalam mitologi Yunani. Bahwa cita-cita adalah kaki dengannya semua berjalan. Beranikah saya mati untuk cita-cita yang saya yakini.
Kenapa hanya sedikit yang tak takut mati. Kebanyakan hanya seperti buih. Diombang-ambing angin tak bertujuan. Apakah saat itu umat Islam berjumlah sedikit? Tidak. Bahkan kamu berjumlah sangat banyak, jawab Rasulullah saw.
Tapi kenapa? Karena kamu terjangkit penyakit wahn.
Apakah itu, wahai Rasulullah?
Cinta dunia takut mati, jawab Rasulullah saw.
Sebab itukah musuh Islam berani meledek, meremehkan dan menyerang umat Islam? Mereka tak ada takutnya, tak ada rasa sungkan sama sekali. Mungkin karena mereka tahu kita tak punya nyali. Semacam macan kertas. Karena cinta dunia takut mati. (*)
Masjid Kauman Yogyakarta
Editor Sugeng Purwanto