PWMU.CO– Zaman mulut tak lagi bicara, kita sudah berada di dalamnya sekarang. Yang bicara adalah jari tangan lewat postingan di media sosial.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua MPI PP Muhammadiyah Edy Kuscahyanto MSc di Workshop Muhammadiyah Influencer Speak Up Dakwah Islam Wasathiyyah di Media Sosial yang digelar luring di Hotel Horizon GKB Gresik, Sabtu (25/9/2021). Acara juga diikuti peserta secara daring.
Kegiatan diadakan oleh Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Edy Kuscahyanto menjelaskan, tema Muhammadiyah’s Influencer Speak Up ini tepat dan penting, mengingat saat ini kita berada di tengah arus deras informasi dengan segala dampak yang ditimbulkan.
Tidak semua informasi layak dikonsumsi karena bersamanya bisa jadi informasi palsu atau sampah yang menyesatkan. Seperti disinformasi, hoaks, fake news, dan sejenisnya, yang kini menjadi sebuah industri untuk memenangkan kepentingan politik, ekonomi, maupun pengaruh paham tertentu.
”Kita berada di zaman mulut tak lagi bicara, diganti jari tangan,” tandas Edy. Kondisi itu, sambung dia, seperti disebutkan dalam al-Quran surat Yasin ayat 65.
اَلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰۤی اَفۡوَاہِہِمۡ وَ تُکَلِّمُنَاۤ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ تَشۡہَدُ اَرۡجُلُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Fikih Informasi
Salah satu program MPI yang dirumuskan pada Muktamar ke-47 di Makassar, dia menjelaskan, antara lain merumuskan fikih infomasi. Tujuannya memberikan panduan warga persyarikatan dalam bermedia sosial, agar tidak tersesat dan termakan informasi palsu.
”Inti dari fikih informasi adalah agar dalam menerima informasi kita harus kritis dan menggunakan akal sehat dengan memeriksa berita, melakukan cek fakta kebenaran, sebelum menyebarkannya,” tuturnya.
Seperti perintah al-Hujarat ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
Membangun karakter Islam Wasatiyah, kata Edy, Prof Din Syamsuddin menyebutnya sebagai al sirat al mustaqim yaitu pandangan keislaman tengahan, yang bercirikan: pertama, tawassut (jalan tengah). Kedua, tawazun (berkeseimbangan). Ketiga, tasamuh (toleransi). Keempat, i’tidal (lurus dan tegak). Kelima, musawah (egaliter). Keenam, syura (mengedepankan musyawarah). Ketujuh, islah (berjiwa reformasi). Kedelapan, aulawiyah (mendahulukan prioritas). Kesembilan, tafawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif). Kesepuluh, tahaddur (berkeadaban).
Itulah sepuluh praktik amaliah Islam Wasatiyah dalam Taujihat Munas MUI di Surabaya 2015. KH Hasyim Muzadi menyebutnya, wasatiyah sebagai keseimbangan keyakinan yang kokoh dengan toleransi.
Dalam al-Quran, kata umat terulang sebanyak 51 kali, dan 11 kali dalam bentuk ummam. Hanya satu frasa yang disandarkan pada kata wasatan, yaitu dalam al-Baqarah: 143.
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Dan yang demikian ini Kami telah menjadikan kalian (ummat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian. Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
”Frasa wasatan terdapat surat al-Baqarah yaitu ayat ke 143, yang berada di tengah surat al-Baqarah yang seluruhnya berjumlah 286 ayat. Ditinjau dari penempatannya sudah menunjukkan makna tengah-tengah,” tuturnya.
Dia menegaskan, inilah maksud workshop diselenggarakan agar kita menjadi agen kebaikan, gencar menyampaikan kebenaran di media sosial, tidak terprovokasi dengan berita-berita hoaks. (*)
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Sugeng Purwanto