PWMU.CO – Pernah mendapat broadcast “Hati-hati dengan terompet” yang mengutip (entah betul atau tidak) dari berbagai tokoh kesehatan? Pesan ini sebenarnya beredar setiap tahun, terutama menjelang pergantian tahun. Intinya, pesan itu mengingatkan agar setiap orang tetap mawas diri di tengah kegembiraan menyambut kedatangan tahun baru.
(Baca: Jelang Pergantian Tahun Baru Masehi: Hantu Degradasi Moral dan Pola Hidup Boros)
Diantara BC yang paling banyak beredar menjelang pergantian tahun 2016 ke 2017 ini adalah sebagai berikut:
Bahaya Terompet… Sebentar lagi banyak diantara saudara-saudara kita, anak-anak kita, dan hampir seluruh penduduk bumi ikut merayakan tahun baru dengan berbagai macam cara. Salah satunya terompet. Seperti kita ketahui bersama bahwa sebatang terompet pasti telah melalui berbagai uji mulut: pembuatnya, penjualnya, dan (mungkin) para calon pembeli yang sekedar pilih-pilih.
Bisa jadi mereka mengidap kanker mulut, kanker lidah, kanker darah, hepatitis, penyakit-penyakit menular yang lain atau bahkan mengidap virus HIV/AIDS. Bayangkanlah betapa cepatnya penyabaran ‘virus’ yang tak terlihat mata itu, betapa mengerikan efek jangka panjang yang ditimbulkan oleh sebatang terompet.
Apakah demi “tradisi tiup terompet” anda rela mempertaruhkan kesehatan Anda dan orang-orang tercinta? Terutama di waktu malam pergantian tahun?
(Baca juga: Setan pun Butuh Liburan, Refleksi Kiprah Kebangsaan Muhammadiyah di Tahun 2016)
Melihat pesan maupun postingan yang beredar itu, ada orang yang percaya dan ada pula yang sebaliknya tidak percaya. Lantas bagaimana sebenarnya dalam kacamata ilmu kedokteran terkait masalah terompet ini?
Dihubungi oleh PWMU.CO, dr Tjatur Prijambodo, menyatakan bahwa pesan berantai itu ada benarnya, meski tidak semuanya. “Ada benarnya pesan itu, tapi cara penularan berbagai penyakit yang disebutkan itu tidak semudah itu,” jelas pria yang juga diamanahi sebagai Koordinator Divisi Penelitian dan Kesehatan Masyarakat MPKU PWM Jawa Timur itu.
Kepada Media Muhammadiyah Jawa Timur ini, Tjatur menyatakan bahwa penularan itu bisa terjadi jika mulut atau gusi milik peniup terompet itu sedang luka. Sehingga ada pendarahan, dan darahnya itu menempel di terompet. “Tentu ada yang terlihat, tapi kebanyakan pendarahan model ini tidak kasat mata,” jelasnya lagi.
(Baca juga: Memaknai Tahun Baru, Pesan Ketua PW Muhammadiyah Jatim Sambut 2017)
“Kemudian terompet yang sama itu langsung ditiup lagi oleh orang lain yang kebetulan sama-sama sedang bermasalah dengan pendarahan di mulut atau gusi,” jelas Tjatur tentang penularan penyakit melalui medium terompet ini. “Kenapa bisa menular? Karena penularan penyakit-penyakit di atas salah satunya melalui darah.”
Singkatnya, terompet memang bisa menjadi medium penularan penyakit kanker mulut, kanker lidah, kanker darah, hepatitis, virus HIV/AIDS, dan lain-lainnya. Tapi itu terjadi jika sang peniup terompet sedang berpenyakit di atas dan punya masalah pendarahan di mulut atau gusi.
(Baca juga: Ternyata Banyak Orang ‘Gila’ di setiap Bulan Ramadhan dan Mitos Mandi Malam, Upaya Menjauhkan Muslim dari Tahajud)
Kemudian orang yang meniup selanjutnya juga punya masalah pendarahan di mulut atau gusi. Dan, proses perpindahan tiup terompet ini dilakukan secara LANGSUNG, atau darah dari peniup berpenyakit itu belum kering dari terompet.
Semoga bermanfaat. (kholid)