Prof Abdul Mu’ti: Rasulullah Diutus untuk Melaksanakan Tugas Literasi, laporan Sayyidah Nuriyah, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Program Literasi Rekonstruksi Ajaran Dasar Islam. Hal ini disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd
Sebelumnya, dia mengapresiasi Tim Inovasi dan juga tuan rumah penyelenggara Gebyar Puncak Literasi di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) 5 Surabaya, Selasa (25/1/2022).
“Selamat dan sukses kepada Tim Inovasi Muhammadiyah Jatim atas penyelenggaraan program yang melebihi target. Selamat juga kepada Bu Umi sebagai shohibulbait acara ini,” ujar Abdul Mu’ti.
Misi Literasi Rasul
Prof Mu’ti menyatakan, literasi adalah bagian misi risalah. “Rasulullah Muhammad diutus Allah untuk melaksanakan tugas literasi,” tambahnya.
Ini sesuai al-Jumuah ayat 2. Prof Mu’ti pun menyebutkan tiga misi literasi Rasul yang meliputi knowledge literacy (misi tilawah), legal literacy (misi taklim), dan moral literacy (misi tazkia).
Para sahabat saling membacakan Quran dan menulis langsung ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Nabi sebagai bagian literasi.
Abdul Mu’ti
Begitu pula dengan wahyu yang kali pertama turun, erat dengan literasi. Dia menjelaskan, “Diperintahkan untuk membaca, iqra, yang itu merupakan bagian transformasi sosial di mana Islam mengubah masyarakat bicara ke masyarakat tulis. Mengubah dari masyarakat dengar ke arah masyarakat yang banyak sekali membaca.”
Ketika Quran diturunkan, lanjut Mu’ti, muncullah tradisi learning literacy. Para sahabat saling membacakan Quran dan menulis langsung ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Nabi sebagai bagian literasi.
Maka, dia menyimpulkan, melaksanakan program literasi berarti merekonstruksi ajaran dasar Islam itu. “Bukan sesuatu yang kita impor dari agama dan budaya lain!” tegas Mu’ti.
Menurutnya, itu sesuatu yang memang menjadi bagian inheren, bahkan menjadi bagian ruh misi risalah. “Literasi dalam konteks madrasah berangkatnya jangan dari PISA yang rendah, tapi dari bagaimana kita menghidupkan kembali ajaran yang sesungguhnya menjadi bagian tradisi yang kita miliki,” tuturnya.
Baca sambungan di halaman 2: Masyarakat Berbasis Ilmu