PWMU.CO– Panti Asuhan Muhammadiyah Kenjeran Surabaya memantapkan diri menjadi panti mandiri. Program itu dimatangkan dalam rapat kerja dilaksanakan di Songgokerto, Kota Batu, Kamis-Jumat (3-4/3/2022).
Raker dihadiri oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kenjeran, Majelis Pelayanan Sosial PCM Kenjeran, beserta kepala panti, kepala urusan, dan karyawan.
Kepala Panti Asuhan Muhammadiyah (PAM) Kenjeran Wasyib Tirtanang SHum MPd menjelaskan, rapat kerja PAM Kenjeran menjelaskan progam ke depan. Juga menargetkan pada pengembangan donatur. ”Tiap bulan harus mendapatkan 50 donatur baru dan siap jemput donasi di manapun,” katanya.
Dia menyebutkan, Panti Asuhan Muhammadiyah Kenjeran punya program sebagai panti mandiri. Sudah mempunyai beberapa usaha yang dikembangkan seperti loket pembayaran, sewa garasi mobil, ISMA Aqiqah, dan ISMA Mart.
”Rencana ke depan PAM Kenjeran bisa mandiri. Dua tahun ini banyak donatur PAM Kenjeran yang perekonomiannya terganggu karena Covid-19. Akibatnya banyak donatur yang absen,” ujarnya.
Dengan nama panti mandiri, sambung dia, bukan berarti kita tidak membutuhkan donatur. ”Tetap, kita selalu mencari dan membuka infak sedekah dari para donatur,” tandasnya.
Sementara Ketua PCM Kenjeran Ustadz M Rofiq Munawi MPdI dalam sambutannya menceritakan,”Nabi menyampaikan sabdanya yang sangat populer, Ana wakafilul yatimi fil jannah, hakadza. Saya nanti di surga bersama orang yang merawat, mendampingi, memperhatikan anak-anak yatim seperti ini. Nabi menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah berhimpitan.”
Artinya, sambung dia, orang yang menyantuni anak yatim selalu berdampingan bersama Nabi di surga.
Ustadz Rofiq juga meminta anak-anak panti mandiri. Seperti membersihkan kamar, merapikan tempat tidur, baju, dan sarung.
“Kita semua punya kewajiban untuk membersihkan. Itu semua membutuhkan latihan, pembiasaan yang bagus. Jangan hanya mengandalkan tukang kebersihan saja. Kita semuanya punya kewajiban bagaimana ini milik kita bersama. Kita harus melakukan sebuah pembiasaan dengan latihan.”
Menurut dia, kita tidak akan bisa bekerja di mana saja kalau mengerjakan sendiri. Pasti membutuhkan teamwork. ”Kalau ada gap (jarak) di antara pengurus pasti tidak akan sukses,” ujarnya.
Saat jadi pimpinan dan pengurus tidak boleh semena-mena. Semuanya mulai dari santri, anak panti, hingga karyawan harus dihargai.
”Di Muhammadiyah tidak diterapkan gaya kiai supaya tidak ada jarak. Ketika kita membutuhkan dan mau bertanya merasa leluasa, terasa dekat dan tidak malu,” katanya.
”Walaupun hubungan akrab tetap harus ada unggah-ungguh,” tuturnya.
Penulis Nashiiruddin Editor Sugeng Purwanto