Kritik atas Sentilan Antre Baju Lebaran dan Minyak Goreng, oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Lagi-lagi seorang pembesar partai politik besar menyentil masyarakat. Dia menyentil emak-emak yang antre baju lebaran di tengah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Sebelumnya sang tokoh juga menyentil masyarakat kurang kreatif mengolah masakan sehingga sangat tergantung minyak goreng. Dia memberi contoh makanan selain digoreng juga bisa direbus, dikukus, dirujak, dan sebagainya.
Tidak tinggal diam gerbong politiknya, sebuah partai politik besar, menggelar demo masak tanpa minyak goreng. Para pejabat teras partai tersebut tampak antusias memperagakan memasak tanpa minyak goreng. Ada juga yang memperagakan pembuatan minyak goreng secara mandiri menggunakan santan kelapa.
Mendekati lebaran sang pembesar partai menyentil tentang fenomena antre baju baru yang dominan dilakukan oleh ibu-ibu. Sang tokoh menganggap masyarakat yang rela antre baju baru untuk hari raya Idul Fitri tidak sedang mengalami krisis. Jika bisa membeli baju baru seharusnya tidak perlu mengeluh dengan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Sang tokoh berusaha “mencerdaskan” juga menenangkan masyarakat agar tidak mudah mengeluh di tengah kenaikan harga minyak goreng juga BBM jenis Pertamax yang dilakukan pemerintah.
Kebutuhan Primer
Baju Lebaran dan minyak goreng adalah dua hal berbeda meskipun sama-sama kebutuhan primer sandang, pangan, dan papan. Baju Lebaran meskipun termasuk kelompok sandang tetapi bukan kebutuhan rutin harian, melainkan hanya dilakukan setahun sekali mendekati momen hari raya.
Selain baju Lebaran, baju yang dipakai sehari-hari baik di rumah atau untuk bekerja tidak dibeli secara rutin sebagaimana minyak goreng. Pakaian, termasuk baju Lebaran, bukan barang habis pakai yang pengadaannya bisa ditunda dan direncanakan dengan menabung atau dengan bentuk rencana keuangan lainnya.
Minyak goreng sebagai kelompok pangan juga kebutuhan pokok yang diperlukan secara rutin harian. Apalagi minyak goreng kategori curah dan kemasan murah yang menjadi tulang punggung industri makanan: dari restoran sampai pedagang gorengan kaki lima.
Minyak goreng berbahan dasar kelapa sawit sudah lama menjadi bagian dari kehidupan rumah tangga masyarakat Indonesia, menggeser kedudukan minyak kelapa berbahan dasar kopra. Tidak mudah menguubah budaya dari penggunaan minyak goreng berbahan dasar kelapa sawit kembali ke masa silam, minyak goreng kelapa berbahan dasar kopra.
Lebih tidak mungkin lagi mengajak masyarakat menggunakan minyak goreng berbahan dasar wijen, jagung, kedelai, zaitun dan lain-lain yang harganya tinggi karena bahan bakunya tidak tersedia sebanyak kelapa sawit.
Baca sambungan di halaman 2: Tak Dikuasai Negara