Mudik Itu Sunah oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar
PWMU.CO– Mudiklah. Berbaktilah kepada kedua orangtuamu. Cium tangannya, kunjungi, dan singgahi keluargamu, handai taulan dan kerabatmu. Berjabatlah saling ridha dan memberi maaf. Itulah sunah yang diajarkan.
Ini hari baik sebab hari lain kita sibuk bekerja. Jangan tunda berbuat bajik. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Macet di semua perjalanan. Motor, mobil, bus, tumpah ruah di jalan. Kendaraan pribadi atau umum sesak penumpang. Seakan lebih panjang deret mobil dibanding ruas jalan. Manfaatkan jalan tol agar para mudiker nyaman, semua sudah berusaha agar mudik berjalan baik.
Mudik. Pulang kampung saat Lebaran menjadi tradisi unik. Hanya di Indonesia. Puluhan juta orang Indonesia kembali pulang. Bertemu sanak dan handai taulan.
Konon maskapai penerbangan menambah hingga 127 ribu. Jadwal kereta api ditambah lima kali lipat. Kapal fery berjubel dengan rute pelayaran padat. Angkutan darat apalagi. Beberapa yang tinggal di pulau-pulau harus rela naik kapal kayu untuk mencapai kapal motor.
Dan tak perlu dijumlah berapa ratus juta liter BBM dibutuhkan. Berapa juta ton beras, minyak, gula, daging, cabai bahkan jengkol dan petai. Ini hari raya orang Indonesia.
Etape di puncak gembira. Usai puasa sebulan. Ditutup dengan hari raya sehari. Ekspresi suka cita ala Indonesia. Renyah dan humanis. Sanak famili di kampung menunggu. Rumah dibersihkan. Halaman ditata rapi. Ayam dipotong, kolam ikan dikuras. Pisang dikupas. Kacang digoreng. Tidak lupa opor ayam dan rebung menemani ketupat dan lontong. Indonesia banget.
Kreatif
Boroskah? Mubazirkah? Tidak. Ini soal kecerdasan dan kreativitas. Pelan-pelan saya menikmati dan berdecak kagum. Bangsaku memang cerdas. Penuh kreasi dan inovasi. Semua bisa dilakukan dengan senang. Agar beragama tak hanya bicara soal surga dan neraka. Sahih dan dhaif. Sunah dan bid’ah. Benar dan salah. Hitam putih miskin warna. Agar beragama penuh warna seperti pelangi.
Tak ada kaitannya dengan ibadah mahdhoh. Mubazir apalagi bid’ah. Jangan tergesa menghakimi kalau tak suka. Ini soal cara hidup. Cara cerdas memaknai agama atau sebuah peristiwa. Dan kita jagonya.
Indonesia memang dikenal kreatif. Suka dengan yang simbolik. Halus perasaan dan punya cita rasa tinggi. Termasuk cara beragama dan mengungkap rasa syukur kepada Allah tabaraka wataala.
Berbagai kreasi dilakukan agar hidup berasa di surga. Sebut saja Ramadhan hingga prosesi hari raya. Tak ada duanya di dunia. Kalau tak percaya silakan puasa dan berhari raya di luar negeri. Kita akan merasakan betapa Indonesia lebih memikat.
Bahkan lebih eksotik dibanding negeri asalnya sendiri. Sikap keberagamaan yang fleksibel dan lentur dengan lingkungan menjadikan Islam Indonesia kian kaya warna. Memang tidak harus mengubah yang mahdhoh tapi juga jangan terlalu alay menanggapi kreasi pada wilayah ghairu mahdhoh.
Tak patut gampang menghukumi. Apalagi kemudian membawa pada wilayah syar’i. Siapa tahu Rasulullah tersenyum dengan suka cita Ramadhan yang kita tunjukkan. Dan berkenan dahar ketupat buatan orang Jawa. Insyaallah. Selamat mudik. Nikmati macetnya.
Editor Sugeng Purwanto