BLT Minyak Goreng Ternyata juga Dinikmati Mafia; Oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Kejaksaan Agung akhirnya menangkap para tersangka yang diduga menjadi penyebab kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Empat orang tersangka berasal dari unsur birokrasi pemerintah dan pihak swasta.
Dugaan yang disangkakan antara lain pelanggaran kuota ekspor secara berlebihan sehingga kebutuhan untuk dalam negeri berkurang. Akibatnya di tengah ketersediaan bahan baku sawit yang melimpah dan kebutuhan masyarakat domestik yang stabil, harganya justru naik.
Pihak pemerintah sempat “pasrah” dengan menyebut kenaikan harga minyak goreng sesuai dengan keekonomian atau sesuai hukum pasar. Sementara hukum pasar yang wajar menyebutkan harga naik jika barang langka dan harga turun jika barang melimpah.
Para pelaku yang terdiri dari para pemilik perkebunan sawit, pengolahan crude palm oil(CPO) atau minyak sawit mentah, sampai pengolahan akhir menjadi minyak goreng diduga bermain dalam kasus ini. Cukup lama pemerintah dan para penegak hukum mengurai pihak mana saja yang bertanggungjawab dalam kelangkaan minyak goreng.
Usaha pemerintah memberi subsidi agar biaya produksi turun tidak membuahkan hasil, harga eceran minyak goreng sempat turun tetapi barang langka di pasaran. Jalan pintas ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan BLT (bantuan langsung tunai) yang ditujukan untuk masyarakat miskin, para pelaku usaha kecil, dan beragam kelompok masyarakat yang terkena dampak kenaikan harga minyak goreng.
Dana sebesar Rp 6,9 triliun diambilkan dari dana program Pemuilihan Ekonomi Nasional (PEN). Masyarakat yang dinilai berhak atas dana BLT tersebut akan menerima tunai sebesar Rp 100 ribu selama tiga bulan yaitu April, Mei, dan Juni 2022.
Pemberian BLT mengandung pengertian uang rakyat untuk membeli harga minyak goreng yang ditetapkan tinggi oleh swasta ketika pemerintah tidak kuasa mengatur harga eceran tertinggi yang terjangkau oleh masyarakat.
Artinya dana BLT tersebut juga dinikmati oleh para pelaku usaha yang berhubungan dengan minyak goreng melalui hilir sampai hulu. Negara dirugikan karena harus merogoh kas negara untuk BLT yang semestinya bisa digunakan untuk program lain tetapi diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah agar mampu membeli minyak goreng.
Berkaca pada program bantuan sosial (bansos) era Menteri Sosial Juliari Barubara yang terbukti dijadikan ajang korupsi, BLT minyak goreng juga belum ada jaminan aman dan tepat sasaran.
BLT minyak goreng sebagai solusi sementara sambil mencari cara agar harga minyak goreng baik curah maupun kemasan kembali ke harga sebelum kenaikan. Masyarakat sangat berharap langkah dan keberanian Kejaksaan Agung menetapkan tersangka mafia minyak goreng dapat mengembalikan harga minyak goreng kembali terjangkau.
Baca sambungan di halaman 2: Analisis Abu Yusuf Zaman Abbasiyah