Tips Menanamkan Kesadaran Tulus Meminta Maaf pada Anak; oleh Sayyidah Nuriyah, Konselor SD Muhammadiyah 2 GKB Gresik (Berlian School).
Karena ucapan mohon maaf lahir dan batin tak hanya saat Idul Fitri saja, tapi berlangsung sepanjang hidup. Juga tak sebatas di mulut saja, tapi bertumbuh dari hati yang tulus.
PWMU.CO – Idul Fitri telah hadir di depan mata. Pertanda ucapan memohon maaf lahir dan batin akan terlantun di tengah silatuhim antarteman maupun keluarga. Para orangtua biasanya menjadikan momentum ini sebagai kesempatan yang pas untuk mengajarkan anak meminta maaf maupun memaafkan.
Kita semua tentu sepakat, saling memaafkan tak hanya terjadi pada saat Lebaran. Harapannya, anak terbiasa saling memaafkan dengan tulus pada kondisi-kondisi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Yaitu ketika anak terbukti berbuat salah atau menghadapi kesalahan dari orang lain di sekitarnya.
Bukan permintaan maaf sebatas di mulut untuk menghindari konflik panjang berlanjut yang kita harapkan terjadi pada anak kita. Pemaafan semu seperti ini biasanya masih menyisakan rasa dongkol yang terpendam di hati.
Lantas pada akhirnya rasa menyakitkan itu terlupakan (sementara) begitu saja hingga menumpuk menjadi luka tak kasat mata. Ketika menemui kesalahan serupa dari orang yang sama di kemudian hari, akan diungkit kembali sejarah khilafnya. Artinya, meminta maaf belum tentu menyelesaikan masalah secara tuntas.
Proses yang kurang tepat memungkinkan timbulnya masalah baru, yaitu menyakiti dirinya sendiri. Karena ketika seseorang membenci dan menyakiti sesamanya, sebenarnya dia sedang menyakiti dirinya sendiri. Mengingat pikiran layaknya cermin diri, ketika kita bercermin, maka yang tampak adalah cerminan diri sendiri.
Masalahnya, kadang ada drama menggemaskan yang menyertai saat orangtua meminta anak berani dan berbesar hati meminta maaf. “Cuma mengaku salah saja susah banget. Apalagi mau minta maaf, duh! Sampai harus saya paksa!” curhat bunda X yang hampir menyerah terhadap perilaku anaknya.
Jadi, mulai dari mana bisa mengajarkan anak tulus meminta maaf hingga ia terbiasa memperbaiki kesalahannya? Berikut langkah-langkah yang bisa orangtua coba lakukan.
Ruang Nyaman untuk Jujur
Ketika berhadapan dengan ujian kehidupan seperti itu, sebelum mengendalikan perilaku anak yang dianggap sulit, orangtua perlu mengendalikan diri dalam kondisi tenang. Sebab emosi sejenis marah yang memantik munculnya kata atau sikap kasar, justru membuat anak tidak nyaman. Akibatnya, anak takut berbicara atau bersikap jujur apa adanya.
Agar tetap terkendali, orangtua bisa beristighfar sambil mengingat firman Allah SWT dalam at-Taghabun ayat 15, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.”
Demikian Allah telah menjanjikan pahala yang besar bagi orangtua yang berupaya mendidik anaknya dengan tepat. Di mana, orangtua menyadari perilaku sulit itu bagian dari ujian yang perlu dihadapi dengan sabar.
Dengan kepala dingin, orangtua bisa menghadirkan ruang diskusi yang nyaman. Ruang inilah tempat anak berproses menumbuh-kembangkan kesadaran diri, termasuk kesalahan yang telah ia perbuat. Sehingga anak memahami mengapa dirinya perlu meminta maaf.
Mengingat, wujud ketulusan berakar pada sikap suka rela, maka kesadaran dan pemahaman tersebut mutlak hadir dalam diri anak. Jadi tak ada lagi cerita anak meminta maaf hanya karena terpaksa, supaya tidak dimarahi orangtua terus-menerus dan supaya masalahnya cepat selesai saat itu juga.
Baca sambungan di halaman 2: Pentingnya Memperbaiki Hubungan
Discussion about this post