Syawalan Aisyiyah Bahas Tolok Ukur Integritas Pemimpin; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Kepemimpinan tidak hanya berdimensi sosial tapi juga berdimensi spiritual. Demikian pernyataan Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik Idha Rahayuningsih SPsi MPsi ketika menghadiri Silaturahmi Syawalan PDA ke PCA GKB Gresik.
Di Andalusia Hall Spemdalas, Ahad (15/5/22) pagi, Idha menukil Ali Imran ayat 26 yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Dia lantas mengingatkan, tidak semua orang mendapat amanah kepercayaan memimpin sebuah kelompok atau organisasi. “Artinya (menjadi pemimpin) ini kesempatan, peluang kita yang kebetulan secara sosial dipercaya oleh anggota kita dan secara spiritual kita memang ditakdirkan menerima amanah itu, tak lepas dari kekuasaan Allah SWT,” terangnya.
Tolak Ukur Integritas Pemimpin
Dia menegaskan, kepercayaan yang sudah diterima tak bisa disia-siakan. Maka, dia mengimbau para peserta agar melaksanakan tanggung jawab sebaik-baiknya. Adapun tolok ukur sebaik-baiknya, menurut Idha ialah yang sesuai aturan organisasi.
“Semua sudah ada aturannya. Tinggal bagaimana kita mau kembali membaca dan mempelajari lagi. Tidak harus menghafal anggaran dasar yang ada,” imbuhnya.
Karena semua mekanisme sudah ada panduannya, dia berharap para pimpinan setidaknya sadar dengan aturan yang ada secara formal seperti apa. “Kalau pemimpin tidak kembali pada mekanisme organisasi, akan rawan terjadi kesalahan dan penyelewengan,” ungkap Idha.
Maka, Idha menekankan, tolak ukur integritas pemimpin ialah bagaimana bisa patuh dengan segala aturan di organisasi. “Seorang pemimpin memang punya kewenangan. Tapi kewenangan itu dibatasi mekanisme organisasi, kita di Aisyiyah sebagai pemimpin jangan sampai sak karepe dewe!” tuturnya.
Untuk itu, kata Idha, kalau punya keinginan dan ide, maka hendaknya mengembalikan ke mekanismenya seperti apa. Agar berjalannya tak sekadar dituntun nafsu saja. “Karena kita membawa gerbong organisasi. Kita bertanggung jawab membawa gerbong sampai tujuan, tapi tetap sesuai rel yang sudah ditetapkan,” tambahnya.
Komitmen dalam Ideologi
Akhirnya, Idha mengimbau para peserta agar ke depan bisa memilih pemimpin yang berkomitmen. Terutama komitmen dalam ideologi, yakni paham nilai, ideologi, dan tujuan organisasi, sehingga bisa mencapai tujuan organisasi.
Mengingat, dia menilai di Aisyiyah cenderung terlalu baik dan moderat di mana semua orang bisa masuk. “Kita yang paham, punya filter yang menjadi saringan untuk memilih pemimpin di Aisyiyah,” terangnya.
Berdasarkan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), kata Idha, menjadi pemimpin di Muhammadiyah bukan untuk direbut, tapi ketika sudah mendapat amanah itu maka mau tidak mau harus menjalankan amanah itu sebaik-baiknya.
Sebab umumnya ada banyak kemungkinan. Ada yang saat proses pemilihan menggebu-gebu, tapi ketika sudah terpilih tidak semenggebu-gebu saat proses pemilihan. Adapula yang awalnya tak ada niat menjadi pemimpin, tapi amanah ketika sudah terpilih.
Selain itu, ada juga yang memang tidak punya keinginan menjadi pemimpin dan ketika terpilih pun tak ada geregetnya. “Harapannya, kalau kita sudah terlanjur dipilih ya kita laksanakan,” imbaunya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni