PWMU.CO– Buzzerp membuat bangsa ini tak beradab lagi. Demikian dikatakan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Saad Ibrahim dalam Kajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pare Kediri di halaman Masjid Sholihin Jl Argowayang 24C, Ahad (15/5/2022).
Pengajian sekaligus halal bihalal itu dengan tema Membangun Keadaban Bangsa. Kiai Saad mengatakan, membangun keadaban bangsa penting kita pikirkan karena rasanya sebagai sebuah bangsa yang terkenal dengan peradabannya yang santun itu, hampir-hampir sekarang ini hilang.
”Komentar yang muncul di media sosial itu hampir 80 persen menggunakan ungkapan, diksi yang ketika membaca rasanya mengelus dada. Apalagi bangsa ini juga terpecah dengan istilah buzzerp, kadrun, cebong, kampret, masyaallah…,” tandas Kiai Saad Ibrahim.
”Ungkapan buzzerp itu rasanya bangsa ini berada pada titik nadir, titik terbawah untuk kerusakan keadaban. Untungnya bangsa ini masih punya Muhammadiyah,” selorohnya disambut tawa hadirin.
Dia menjelaskan, Muktamar ke 47 di Makassar tahun 2015 ditegaskan, Muhammadiyah memosisikan Pancasila sebagai Dar al-Ahdi wa al-Syahadah. Artinya ijtihad kontemporer Muhammadiyah berangkat dari situasi terkini, di tubuh bangsa Indonesia sekaligus penegas identitasi keislaman dan keindonesiaan. Secara bahasa Dar al-Ahdi wa al-Syahadah berarti negara kesepakatan dan persaksian.
Dijelaskan, konteks historis pemahaman Darul Ahdi berangkat dari kesempatan tokoh agama, terutama Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Wahid Hasyim dll. Mereka berunding mencari titik temu agar Pancasila diterima baik oleh kalangan Islam maupun nasionalis.
Karenanya, kata Saad Ibrahim, darul ahdi ini hadiah dari umat Islam terhadap bangsa Indonesia.
”Termasuk juga kerelaan para raja-raja. Kan dulu sebelum dijajah, bangsa ini memiliki banyak kerajaan, tapi setelah kemerdekaan tidak dikembalikan secara utuh, bahkan ada yang sama sekali tidak dikembalikan, lalu didirikan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan itu diterima,” tuturnya.
Pendiri Bangsa
Di antara pendiri bangsa ini adalah Muhammadiyah, tegas Kiai Saad. Ki Bagus Hadikusumo, Ketua PP Muhammadiyah, masuk sebagai anggota Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Artinya sejak awal Muhammadiyah turut mendirikan negara ini.
”Soal ada kekurangan dalam perjalanan bangsa ini ya pasti, tapi jangan dirusak. Ini yang disebut Darul Ahdi, itu artinya di negara inilah kita bersepakat, dengan cara berkhidmah pada umat bangsa dan kemanusiaan secara global,” ujarnya.
Mendirikan panti asuhan, rumah sakit, sekolah dari TK hingga Perguruan Tinggi, ini semua dengan tujuan li i’la li kalimatillah, li i’la li dinnillah untuk menjunjung tinggi perintah agama Allah.
Dikatakan, Darul Ahdi atau negara kesepakatan tidak cukup bila tidak dibarengi dengan al-Syahadah atau kesaksian. Kiai Saad memaknai al-Syahadah sebagai keterlibatan langsung dalam mengatasi berbagai masalah, bekerja keras dalam mewujudkan kemaslahatan, dan aksi partisipatoris dari kaum muslim secara umum dan Muhammadiyah secara khusus, dalam proses pembangunan bangsa Indonesia.
Dicontohkan, ketika gunung Semeru erupsi, Muhammadiyah Jawa Timur bisa menyumbang Rp 7 miliar hanya cukup menulis di Whatsapp grup PWM: mohon saudara-saudara kita terdampak erupsi bisa kita bantu. Dalam tempo 2-3 bulan sudah dan sedang disalurkan bantuan itu tanpa memandang apakah mereka warga Muhammadiyah atau tidak.
”Banyak orang yang percaya betul pada Muhammadiyah, karena tidak tergantung pada pemerintah,” tuturnya.
Menurut Kiai Saad Ibrahim, Republik Indonesia ini bisa mengambil hal yang baik dari Muhammadiyah, karena amanah dan relatif tidak terjadi penyimpangan. ”Di Muhammadiyah itu kalau terjadi penyimpangan keuangan dan moral kaitannya dengan libido. Itu akan hilang dengan sendirinya, habis. Inilah yang kita sumbangkan di Muhammadiyah. Ini membangun keadaban,” tandasnya.
Penulis Dahlansae Editor Sugeng Purwanto