Ranting Muhammadiyah Pinggiran oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Kang Samidi mengayuh sepeda menembus rerimbunan kebun tebu dan semak sepanjang tujuh kilometer untuk membagikan undangan halal bihalal Muhammadiyah di rumahnya.
Ini ranting Muhammadiyah baru berdiri. Belum punya apapun. Satu-satunya amal usaha yang dipunya adalah sebelas anggota jamaah pengajian keliling dari rumah ke rumah.
Ranting macam begini, tak cukup punya nyali untuk mendatangkan para pimpinan dan ulama Muhammadiyah berkelas. Karena tak ada yang dibanggakan untuk diresmikan. Mereka tidak punya garansi dan jaminan untuk diagunkan. Mereka tak punya pita untuk digunting.
Ada dua belas desa dalam satu kecamatan. Kita punya dua ranting, dua buah masjid yang belum jadi dan disokong sekitar 35 anggota jamaah yang tinggalnya saling berjauhan, tutur Pak Sekretraris Cabang penuh gelora.
Hari ini saya terkesima, ghirah jamaah ranting begitu memesona. Saya diundang tidak untuk meresmikan sekolah atau masjid atau klinik, tapi meresmikan sekaligus membuka pengajian di rumah Kang Samidi, salah seorang penggerak yang ulet.
Keberkahan
Ini keberkahan, bertemu dengan aktivis pergerakan yang ulet, optimis, dan banyak akal. Hanya dalam sepekan lima buah Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) saya kunjungi dengan karakteristik yang berbeda.
Ada sekumpulan para dosen, guru, pengusaha, pensiunan, dan adik-adik pelajar dan mahasiswa. Ini ranting kosmopolit kelas menengah. Dihuni orang-orang terdidik. Satu masjid baru dibangun dan program ke depan yang futuristik.
Di ranting lain, ada sekumpulan petani, buruh pabrik, kuli bangunan, pedagang pasar, dan ibu-ibu bakul sayur yang biasa disebut melijo juga berkeinginan sama. Sedikit sekali kaum terdidiknya tapi sudah canangkan mau bikin PAUD-TK dan SMK. Mereka urunan dan patungan beli tanah dari curahan keringatnya.
Prototipe jamaah Muhammadiyah sangatlah beragam. Ada yang sangat kuat dengan sumber daya melimpah. Dana besar, fasilitas mewah, sokongan sumber daya yang melimpah, dan jaringan yang kuat dengan akses politik.
Ada AUM yang bisa memberi honor cukup, fasilitas, dan jaminan hari tua. Tapi ada yang digaji dari donatur diambil dari rumah ke rumah. Itupun dibayar telat. Mereka tertinggal tidak pernah dihitung bahkan disebut. Tapi mereka tetap ranting yang bergerak dan beramal saleh.
Pada ranting-ranting macam begini mereka butuh pendampingan, butuh teman bahkan sedikit disapa agar tetap terlihat ada. Meski adanya tak dianggap. Pak AR Fachrudin pernah berkata bahwa ranting adalah the real Muhammadiyah.
Alangkah baiknya jika para kaum terdidik tidak hanya berkerumun di atas di entah berantah. Tapi berkenan turun ke bawah, mengelola jamaah ranting akar rumput. Alangkah indahnya jika para guru besar para doktor para sarjana mengelola ranting dan cabang- cabang yang berserak.
Para ulama berkelas berkenan rawuh di ranting dan masjid-masjid kampung. Tengoklah ke bawah jangan terus mendongak ke atas. Nggak capek tah lihat ke atas terus?
Editor Sugeng Purwanto