Antitesis Mager
Zaki Abdul Wahid mengatakan, pengkodingan akan menjadi sebuah keahlian yang dibutuhkan di era industri 5.0 seperti saat ini. “Diperlukan pembelajaran pengkodingan sejak kecil bagi siswa di sekolah dasar (SD),” katanya pada PWMU.CO, Selasa (21/6/22).
Menurutnya, jenjang SD menjadi sebuah awal yang bagus bagi anak-anak untuk memulai belajar pengkodingan. “Ditambah lagi, kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 2019 membuat siswa hanya bisa melakuan pembelajaran melalui online,” ungkapnya.
Pembelajaran seperti ini, sambungnya, tidak perlu menghadirkan seorang guru sebagai fasiliator pembelajaran yang nyata. Semua berbasis online dan maya (tidak nyata).
“Pembelajaran tersebut juga membuat siswa lebih banyak pasif dan mendengarkan penjelasan materi dari guru. Sebagian besar siswa hanya duduk manis mendengarkan guru menjelaskan tentang sebuah materi pembelajaran,” ungkapnya.
Terlebih lagi, lanjut dia, banyak juga siswa yang malah hanya mengikuti pembelajaran, tanpa berperan aktif sebagai subjek dalam pembelajaran online tersebut.
Akibatnya, sebagian besar siswa tampak lebih besar badannya daripada sebelumnya karena berkurangnya aktifvitas pembelajaran, atau lebih dikenal dengan istilah mager alias malas bergerak.
“Fenomena-fenomena tersebut menjadi beberapa latar belakang munculnya Makey,” ujarnya.Lahirnya Makey dia harapkan dapat membantu siswa untuk berlatih soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
“Selain itu, diharapkan juga akan muncul pendapat siswa untuk lebih enjoy dalam belajar Matematika. Dan yang terpenting adalah munculnya motivasi siswa untuk menyukai hal-hal yang berhubungan dengan pengkodingan,” kata dia.
Zaki mengatakan, dengan Makey pembelajaran Matematika diharapkan akan lebih menarik, sehingga siswa akan termotivasi dan tidak mudah mengeluh ketika belajar Matematika, baik di kelas maupun di rumah bersama orangtua,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni