PWMU.CO – Siapa Said Tuhuleley hingga namanya diabadikan untuk Klinik Apung garapan Lembaga Zakat Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu)? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang, Prof Muhadjir Effendy, saat masih menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pernah menyebut Said Tuhuleley sebagai pegiat tahlilan yang bersifat praksis.
Ketika menganugerahkan gelar kehormatan (Doktor honoris causa), Muhadjir menyebut Said Tuhuleley sebagai sosok yang sangat inten mencoba mengimplementasikan apa yang disebut gerakan Tauhid Sosial, (19/12/2014). Sebuah gagasan yang dilontarkan Prof DR. M Amien Rais, Ketua (Umum) PP Muhammadiyah 1994-1998.
Kunci tauhid, kata Muhadjir saat itu terdapat dalam kalimat tahlil: Lailaha illa Allah, yang sekaligus sebagai kunci utama masuk surga. “Karenanya para praksis tauhid sosial, yang salah satunya adalah Said Tuhuleley, pada hahekatnya adalah para pemburu surga.”
(Baca juga: Klinik Apung Said Tuhuleley Bertolak ke Ambon, Butuh Minimal 13 Armada Serupa)
“Gerakan Tauhid Sosial ini bisa juga disebut sebagai gerakan Jamaah Tah¬lilan yang kalimat “lailaha illa Allah” yang tidak terdengar, namun menjelma menjadi kakuatan yang membebaskan manusia dari belenggu ketidak-berdayaan. Tahlilan yang digelar di sawah-sawah, di kampung-kampung nelayan, di tempat pembuangan sampah, dan di pasar-pasar tradisional,” kata Muhadjir.
Bagi Muhadjir, kelahiran dan kehadiran Majelis Pemberdayaang Masayarakat (MPM) di Muhammadiyah yang digawangi Said Tuhuleley, 2005-2015, diakui sebagai gerakan yang unik. Bahkan, Muhadjir menyebutnya sebagai gerakan yang non-mainstream. “Di Muhammadiyah, gerakan yang mainstream itu di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial, karena di tiga wilayah itu Muhammadiyah memilik basis yang kokoh dan jelas.”
(Baca juga: Klinik Apung Said Tuhuleley Bertolak ke Ambon, Butuh Minimal 13 Armada Serupa)
Lebih lanjut Muhadjir menilai gerakan MPM ibarat siluman, karena tidak punya basis yang jelas tapi hasilnya nyata. “Gerakannya laten tapi hasilnya manifes,” ujarnya. Gerakan ini disebut Muhadjir sebagai ciri dari gerakan awal Muhammadiyah.
Saat Muhammadiyah belum memiliki sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan, embrio gerakannya serupa dengan apa yang dilakukan MPM ini. Diakuinya, gerakan seperti ini memang tidak sepopuler yang dilakukan di wilayah pendidikan maupun kesehatan, namun hal-hal tersebut harus dihargai.
Para pemburu surga ini, lanjut Muhadjir, datang ke tempat-tempat itu untuk memanusiawikan penghuninya dan meninggalkan suatu yang bermakna. “Sesungguhnya orang yang shaleh itu adalah orang yang datang di suatu tempat dan dia tinggalkan di tempat itu tanda-tanda yang bermakna,” lanjutnya mengutip sebuah pepatah dalam bahasa Arabnya, Inna waladan shalihan an-yutraka fii kulli makanin yahillu fiihi atsarun shalihun.
(Biografi lengkap Said Tuhuleley bisa dibaca: Mengenal Lebih Dekat Said Tuhuleley, Sosok yang Diabadikan sebagai Nama Klinik Apung Lazismu)
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Said Tuhuleley mengatakan bahwa Muhammadiyah melalui MPM punya pekerjaan besar. Salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat itu tidak hanya ditujukan kepada warga Muhammadiyah atau umat Islam semata, tetapi untuk seluruh rakyat tanpa melihat suku dan agama. “Hal terakhir ini sebagai konsekuensi ikrar syahadat yang pertama,” ujar Said saat itu.
Meski menurut Badan Pusat Statistik angka kemiskinan cenderung menurun, ia mengungkapkan, kesenjangan sosial semakin lebar. Hal ini dapat dilihat dari Gini Ratio (angka kesengjangan) yang semakin tinggi, dari 0,363 pada 2005 menjadi 0,413 pada 2013.
“Keadaan ini mengancam integrasi nasional jika tidak ada usaha serius untuk mengatasinya. Karena itu, sangat relevan jika Muhammadiyah memberi perhatian kepada kaum miskin. Selain pertimbangan normatif, memberi perhatian kepada orang miskin merupakan kewajiban keagamaan setiap Muslim.
(Baca juga: 4 Alasan Tanwir Muhammadiyah 2017 Ditempatkan di Ambon)
Pemberdayaan, menurut Said, sesungguhnya selaras dengan spirit Ahmad Dahlan ketika mendirikan organisasi ini, yaitu menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan yang manfaatnya bisa dirasakan semua kalangan. “Muhammadiyah for all,” tandasnya.
Dan, pemimpin tahlilan sosial di sawah-sawah, kampung-kampung nelayan, tempat pembuangan sampah, dan pasar-pasar tradisional telah wafat pada 9 Juni 2015. Berkat dedikasinya untuk masyarakat miskin dan lemah, Klinik Apung untuk menekan angka kematian ibu-bayi di Maluku-Papua diberi nama Said Tuhuleley. Selain tentu saja, Said Tuhuleley adalah pria kelahiran Saparua, Maluku. (kholid)