PWMU.CO– Tiga sekolah Muhammadiyah Surabaya mengadakan shalat ghaib untuk korban Tragedi Stadion Kanjuruhan di masjid sekolah, Senin (3/10/2022).
Tiga sekolah itu, SD Muhammadiyah 11 (SD Muhlas), MI Muhammadiyah 5, dan SMP Muhammadiyah 6 (SMP Musix).
Di SD Muhlas pelaksanaan setelah shalat Dhuha diikuti 300 siswa kelas 4, 5, dan 6 bersama guru kelas dan guru bidang studi. Hadir pula Kepala SD Muhlas Ustadzah Mursiah SAg MPd.
Imam shalat Ustadz Ahwan Hamid MPdI guru Al Islam SD Muhlas. Sebelum shalat Ustadz Ahwan menyampaikan, Indonesia berduka atas meninggalnya 174 suporter Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang.
”Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali pada Allah. Kita yang hidup ini pasti meninggalkan dunia ini untuk menghadap kepada Allah SWT. Jadikanlah peristiwa yang menimpa saudara kita suporter Aremania di Kanjuruhan Malang sebagai pelajaran untuk bisa menahan diri, menjaga hati dan saling menghargai antar sesama,” ujar Ustadz Ahwan.
Di MIM 5 Jojoran Surabaya shalat ghaib dipimpin guru Al-Islam, Imam Turmudi. Sebelum shalat dia menjelaskan, tata cara dalam shalat ghaib.
”Shalat ghaib merupakan shalat yang dilaksanakan ketika mayat sudah dimakamkan. Shalat tersebut dilaksanakan tanpa rukuk dan sujud hanya dilaksanakan dengan empat takbir dan diakhiri dengan salam,” ujar Imam Turmudi.
Takbir pertama membaca surat al-Fatihah, takbir kedua membaca shalawat Nabi, takbir ketiga membaca doa untuk mayat, dan takbir keempat salam. Setelah selesai shalat ghaib, semua siswa berdoa untuk supporter Aremania yang meninggal dunia.
Siswa SMP Musix juga menggelar shalat ghaib di Masjid ad-Dakwah Kompleks Perguruan Muhammadiyah Kemlaten Surabaya.
Dyn Fikrullah, Kaur Ismuba SMP Musix, mengatakan, shalat ini untuk mendokan korban yang meninggal dunia. ”Mengajak siswa berempati atas musibah tersebut dengan mendoakan,” tuturnya.
Kegiatan ini sekaligus mengedukasi para siswa supaya memiliki sifat lapang dada dalam berkompetisi serta tidak terlalu fanatik dalam mendukung tim sepak bola kesayangannya.
”Karena tidak ada sepak bola seharga nyawa. Jadikan olahraga sebaga hiburan bukan ajang saling adu kekuatan dan kerusuhan. Semoga dari kejadian ini kita semua bisa mengambil hikmahnya,” tuturnya.
Penulis Muriyono, Yuliana Indarwati, Wolyono, Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Sugeng Purwanto