Menulis Cerpen Itu Bebas, Kita Dibiarkan Berimajinasi; Liputan Ian Ianah, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Menulis adalah jejak indah yang tidak akan hilang meski kita telah tiada. Begitulah pesan yang disampaikan Dewi Musdalifah pada Workshop Menulis yang diselenggarakan Lembaga Kebudayaan Pimpinan Daerah Aisyiah Kabupaten (PDA) Gresik.
Acara hasil kerja sama dengan Pimpinan Daerah Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA) Gresik ini diselenggarakan di TK Aisyiyah 36 PPI, Jalan Sawit Nomor 4 Perumahan Pongangan Indah Gresik (PPI), Ahad (23/10/2022).
Workshop bertema ‘Menumbuhkan Budaya Menulis Cerita dan Berita’ ini dihadiri 100 guru Kelompok Bermain (KB) dan TK Aisyiyah se-Kabupaten Gresik. Ada dua sesi materi yang disampaikan: sesi menulis cerita pendek dan menulis berita.
Pasa sesi pertama menulis cerita pendek, Dewi Musdalifah mengawali materi dengan membaca cerpen karangannnya dalam buku Jalan Kecil. Dengan sangat menjiwai, menyatu dengan tulisannya Dewi memilih salah satu judul dalam buku kumpulan cerpennya itu: Pertapa Penggenggam Mata Air.
Inilah sepenggal alinea terahir penutup tulisannya: “Bapak, kau boleh pergi. Telah kau jawab pertanyaan tentang ikan-ikan itu. Aku mencium aroma bunga kamboja yang berjatuhan di atas kepalaku. Sesekali kuhikmati bagaimana kelopak-kelopaknya itu melayah dan melayang sebelum akhirnya menyentuh tanah. Dari tanah kembali ke tanah—rumah dari sumber dari segala sumber mata air. Teruntuk Lenon Machali.”
Guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik ini menceritakan, untuk menyelesaikan cerpen tersebut dia membutuhkan waktu satu tahun. “Saya itu takut air. Tapi saat itu saya bermain air ke Pantai Giili Labak Sumenep kemudian menemukan ide itu,” ungkapnya. Langsung saja dia ketik dan kirim ke WhatsApp anaknya untuk dititipkan biar tidak hilang. Dia mengumpulkan kalimat demi kalimat.
Dia menceritakan, cerpen itu mengisahkan kepergian budayawan Gresik Lenon Machali yang juga gurunya. “Saat itu saya belum menerima atas kepergiannya. Saat kematiannya saya duduk di samping tubuhnya yang sudah kaku dan berbisik: ‘Aku belum percaya atas kepergiannmu, baru sedikit ilmu yang kau berikan, aku masih butuh banyak bimbinganmu.’,” kisahnya.
Setelah kepergiannya, Dewi mulai kembali menulis dan berkunjung ke makam Lenon. “Saat itulah saya menemukan ide kembali seperti pada alenia terahir di atas,” tambahnya.
Baca sambungan di halaman 2: Proses Menulis Cerpen