Dilema Guru Menjelaskan Kekayaan Alam Indonesia oleh Anita Firlyando, guru sekolah Muhammadiyah.
PWMU.CO – Berita pemerintah memberi Hak Guna Bangunan (HGB) sampai 160 tahun bagi investor Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur makin membuat hati teriris. Bukankah itu bentuk penjajahan berselubung bisnis seperti di zaman VOC?
Dulu awalnya VOC menyewa tanah kepada raja-raja di nusantara. Lama-lama merampasi tanah dan mengatur politik dan kekuasaan. Elite bangsawan dapat fee makelaran, rakyat makin miskin tetap diminta setor pajak, bahkan terusir dari tanah kampung halamannya yang diklaim milik VOC.
Ironi ini menjadi dilema bagi guru. Sebagai guru tematik, sering saya merasa tertantang dihadapkan dengan realita yang bertolak belakang dengan teori yang diterima siswa di buku ajar pada kurikulum yang disusun.
Seperti pada materi muatan IPS pada mata pelajaran tematik kelas 4 SD tentang sumber daya alam. Isi buku menggambarkan betapa kaya dan melimpahnya sumber daya alam Indonesia.
Indikator pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai pegangan guru saat mengajar menyatakan siswa dapat menyebutkan berbagai hasil sumber daya alam yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia. Seperti minyak bumi, emas, tembaga, nikel, biji besi, batu bara, hasil hutan, perkebunan sawit, karet, dan lainnya.
Saat menjelaskan kekayaan sumber daya alam itu, ada siswa bertanya, ”Bagaimana kita menjadi negara miskin, padahal sumber daya alam kita kaya?”
Mau dijawab terus terang khawatir dituduh menyebarkan ujaran kebencian. Mau berbohong takut dosa. Inilah dilema guru.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut proses kegiatan pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
Ketika siswa paham perbedaan antara pelajaran di sekolah yang ideal dengan faktanya malah menciptakan sikap kritis. Zaman media sosial sekarang, siswa SD mudah sekali mengakses informasi kritis yang berbeda dengan gambaran ideal negara.
Fakta-fakta bersebaran tiap hari di medsos tentang penyelewengan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di bumi Indonesia. Karena itu bagaimanakah menjelaskan kepada murid SD, katanya Indonesia kaya minyak bumi tapi mengapa harga BBM selalu naik?
Katanya Indonesia punya berjuta hektare kebun sawit namun kenapa minyak goreng mahal?
Katanya Indonesia punya tambang emas, perak, batu bara, gas alam lantas uangnya mengalir ke mana kok masih banyak orang miskin, gelandangan, dan anak telantar di jalanan?
Bagaimana menjelaskan Gunung Garsberg kini berubah menjadi jurang setelah emas, perak, tembaganya habis dikeruk PT Freeport tapi mengapa orang Papua menjadi pemberontak?
Sungguh fakta ini menurut saya berat. Berat dalam menyelaraskan kenyataan dengan teori yang harus diajarkan kepada siswa sesuai kurikulum. Di sini peran guru dipertaruhkan. Apa yang harus dilakukan seorang guru untuk menjelaskan fakta yang bertolak belakang ini.
Melihat dari tujuan pendidikan, sebenarnya sangat berat tugas guru. Dititikberatkan pada tujuan di kalimat terakhir ”keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara”.
Inilah dilema guru. Apa yang harus guru lakukan? Jawaban normatifnya: guru harus bijak menyampaikan informasi kepada murid. (*)
Editor Sugeng Purwanto