Karakter Pemimpin yang Cocok untuk Muhammadiyah oleh Nurbani Yusuf, Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu.
PWMU.CO– Pak AR Fachrudin pernah ditanya: Bolehkah sebelum shalat baca usholi? Beliau menjawab jenaka : Boleh. Pencakkan dulu juga boleh.
Masih tentang Pak AR Fachrudin, Ketua PP Muhammadiyah yang sangat fenomenal ini. Ketika Buya Syafi’i Maarif dalam sebuah pidato berkelakar: Pak AR ini kok banyak merokok ya? Pak AR juga menjawab jenaka tanpa ekspresi marah atau tersinggung: Saya nggak banyak kok. Cuman satu-satu.
Gus Dur juga pernah berkisah tentang Pak AR ini. Gus Dur pernah bertutur orang Muhammadiyah ini pernah membuat ratusan orang NU menjadi Muhammadiyah dalam satu malam. Ketika Pak AR berkunjung ke Pesantren Tebu Ireng dan didaulat menjadi imam shalat Tarawih. Karena bacaan ayatnya lama akhirnya jamaah sepakat shalat 11 rakaat. Bukan 21 rakaat.
Prof Yahya Muhaimin menolak minta maaf ketika isi bukunya disomasi Probrosutedjo. Kemudian Pak AR bilang kepada Prof Yahya agar tidak kenceng-kenceng di Muhammadiyah. Karena saran itu akhirnya Prof Yahya bersedia minta maaf dan merevisi bukunya.
Karakter pemimpin model Pak AR ini cocok di zaman Orde Baru yang represif. Bukan tak serius apalagi tak sungguh-sungguh kadang kita perlu ketawa sedikit, agar tak spaneng, semacam kehilangan urat ketawa, berganti serius amat hingga lupa tertawa.
Penting untuk digaungkan Islam: din wa ni’mah, bukan din wa daulah. Dua mainstream ini setidaknya kuat di kalangan Persyarikatan.
Pertama, Islam din wa daulah. Tak dipungkiri, ada yang mencoba menyeret untuk terlibat dalam pekerjaan politik praktis yang belum selesai dan memosisikan Muhammadiyah berhadap-hadapan dengan rezim. Syahwat politik yang tak tersampaikan justru dialirkan di Persyarikatan. Jadilah nuansa politiknya kental. Rezim adalah musuh yang harus enyah.
Semangat oposisinya kuat. Nahy munkar dipadankan dengan takbir keras, sweeping, menghardik yang tidak sepandangan, mencela, dan mudah menyesatkan pada yang tidak sehaluan, adalah sebongkah pikiran yang memosisikan Muhammadiyah sebagai sebuah daulah.
Dinamika pergerakan pemikiran ini juga massif. Sebab itu karakter pimpinan yang dikehendaki adalah yang tegas, keras dan berani sama rezim. Politik identitas terus digemakan bahkan dalam banyak hal narasi politisnya lebih kuat.
Kedua, Islam din wa ni’mah. Mainstream ini yang kental dikembangkan Kiai Ahmad Dahlan di awal berdiri. Persyarikatan diposisikan sebagai sebentuk keberpihakan kepada kaum dhuafa dan antitesis terhadap tafsir atas agama jumud.
Bahwa Islam itu tinggi tak ada yang lebih tinggi darinya. al-Islamu ya’lu wala yu’la alaihi dan al-Islamu mahjubun bil muslimin menjadi bagian penting pergerakan.
Kiai Dahlan mengambil subsidi dari pemerintah untuk sekolah yang dibangunnya adalah bukti bahwa beliau tidak memosisikan pemerintah kolonial sebagai musuh, tapi mitra dengan tidak meninggalkan sikap kritisnya.
Sebab itu dalam memahami konsep tentang jihad misalnya, Muhammadiyah memiliki keunikan, kalau tak boleh dibilang sebagai sebuah keistimewaan yang penuh keberkahan: membangun rumah sakit adalah jihad melawan kemusyrikan. Membangun masjid adalah jihad melawan bid’ah. Mendirikan sekolah dan perguruan tinggi adalah jihad melawan kejahilan.
Bait amal, Lazismu, MDMC adalah jihad melawan kesengsaraan oemoem. Inilah konsep Islam din wa ni’mah yang harus terus digemakan sebagai spirit yang melandasi.
Prof Ahmad Jainuri menyebut tesis Yai Dahlan cukup menarik, karena berkemajuan: bahwa TBC (Tahayul Bid’ah Churafat) bakal hilang apabila masyarakat diberi pendidikan yang cukup. Bukan dengan cara menyesatkan apalagi mengafirkan.
Oleh karena itu, empat majelis yang awal didirikan adalah: Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), Majelis Poestaka, Majelis Pendidikan dan Majelis Tabligh.
Tapi jangan lupa, model kepemimpinan di Persyarikatan sangat berbeda dengan ormas lain yang bergantung pada satu figur ketua. Kolektif kolegial adalah model kepemimpinan di persyaraikatan ini.
Laksana orkestra, ada yang lembut, ada yang tegas, ada yang keras, ada yang zuhud, ada yang melankolis, semuanya saling melengkapi dan menggenapi.
Saya punya hak suara dan saya akan pilih 13 orang pimpinan pusat. Memilih karakter pemimpin yang cocok dengan Muhammadiyah. Semoga Allah tabaraka wataala menjaga dan memberkati Persyarikatan ini, dengan pimpinan terbaik, jamaah terbaik, amal usaha terbaik, dengan hikmah dan keberkahan. Aamiin.
Editor Sugeng Purwanto