Masuk Abad Kedua, Aisyiyah Buktikan Peran Inklusifnya; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Sidang Pleno I Muktamar ke-48 Aisyiyah berlangsung hybrid di Auditorium Djazman Universitas Muhammadiyah Surakarta, Ahad (6/11/2022). Sidang itu membahas empat materi Muktamar beserta tanggapan dari anggota Muktamar.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Dra H Siti Noordjannah Djohantini MM MSi menyatakan, “Hari ini kita sudah mulai persidangan pleno yang pertama untuk secara khidmat membahas seluruh materi Muktamar.”
Materi itu terdiri dari laporan Pimpinan Pusat Aisyiyah periode 2015-2022, program Aisyiyah periode 2022-2027, risalah perempuan berkemajuan, serta isu-isu strategis dalam konteks keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Sebelum mengulas singkat satu per satu materinya, perempuan yang akrab disapa Noordjannah itu mengungkap, Sidang Pleno pertama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari seluruh agenda Muktamar yang sah secara konstitusional maupun regulasi ketentuan organisasi.
Mengapa demikian? Katanya, karena meski desain dan sistem persidangan Muktamar kali ini berbeda dari periode yang lalu, namun semuanya telah disahkan dan disepakati dalam permusyawaratan tertinggi di bawah Muktamar, yakni Sidang Tanwir Muhammadiyah Aisyiyah.
“Sehingga tidak perlu ditanyakan lagi apakah Sidang Pleno ini menjadi bagian sendiri (terpisah) atau terintegrasi! Jelas sekali secara konstitusi, sidang ini konstitusional secara organisasi menjadi bagian agenda Muktamar,” tegas istri Prof Dr H Haedar Nashir MSi itu.
Oleh karena itu, pihaknya punya harapan besar Sidang Pleno I itu berjalan dengan khidmat, sungguh-sungguh. “Seluruh anggota dan peserta Muktamar akan mendiskusikan, mendialogkan, memberi saran atas seluruh materi Muktamar yang sudah disampaikan kepada para anggota Muktamar melalui Pimpinan Wilayah Aisyiyah se-Indonesia,” terangnya.
Adaptif terhadap Teknologi
Muktamar kali ini menurutnya sangat monumental. Pertama, karena Muktamar berlangsung pada masa perkembangan teknologi informasi sudah sangat maju. Selain itu, juga dilaksakan setelah pandemi Covid-19, di mana pandemi telah memberikan dampak yang sangat luas bagi kehidupan secara universal.
Oleh karena itu, lanjut Noordjannah, Sidang Pleno kali ini berjalan dengan model blended, tapi nanti pada waktu Muktamar–yang sudah didiskon waktunya, biasanya dilaksanakan selama lima hari didiskon jadi tiga hari–mereka akan bertemu langsung.
“Pertemuan itu sangat bermakna, penting, dan luar biasa karena materi Muktamar sudah dimulai hari ini dan oleh para peserta Muktamar sudah dibahas di wilayah masing-masing,” imbuh wanita kelahiran Yogyakarta itu.
Terkait muktamar dilakukan usai pandemi, Noordjannah menyatakan Aisyiyah telah memberi perhatian mendalam terhadap hal ini, bahkan menjadi organisasi terdepan untuk berikhtiar bersama-sama mengakhiri pandemi Covid-19 yang hingga kini belum dicabut pemerintah.
Muktamar yang diundur dua tahun ini, lanjutnya, bagian dari cara persyarikatan untuk menghadirkan Muktamar yang seksama, menjadi teladan, bersabar untuk kepentingan yang lebih luas, dan tentu ini memberi arti bagi cara dakwah Aisyiyah ke depan.
“Cara dakwah ini berupa adaptif terhadap perkembangan teknologi sehingga sistem Muktamar sekarang ini mudah-mudahan menjadi bagian dari model pertama yang bisa diikuti dan diteladani siapa saja, terutama bisa dilanjutkan oleh sidang permusyawaratan Aisyiyah secara nasional sampai tingkat bawah,” tuturnya.
Noordjannah mengingatkan, muktamar ke-48 adalah muktamar periode kedua di saat Aisyiyah sudah masuk babak usia abad kedua. Menurutnya, ini jadi momen penting bagi pergerakan Aisyiyah di mana sudah hadir lebih dari seratus tahun.
“Aisyiyah berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk berkontribusi menghadirkan gerakan ini menjadi gerakan yang turut serta berjuang dalam kehidupan masyarakat, bahkan berjuang dalam konteks kemerdekaan sebelum Indonesia merdeka!” ungkapnya.
Untuk itu, dia mengimbau, peridoe kedua abad kedua menjadi Muktamar yang harus kita isi dan penuhi dengan cita-cita besar Aisyiyah. “Dengan pandangan berkemajuan, semangat yang tinggi, keikhlasan mendalam dan luasnya hati untuk bersungguh-sungguh menjalankan jihad fii sabilillah melalui gerakan Aisyiyah!” imbaunya.
Karena itu, lanjutnya, pembahasan materi Muktamar sangat penting. “Walau kita dekat melalui virtual, jauh dari fisik, tapi hati dan pikiran kita menyatu dalam sebuah pergerakan perempuan Muslim terbesar yang telah membuktikan bagaimana perannya untuk kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan secara inklusif,” tambahnya.
Artinya, tidak membedakan ras, golongan, dan agama. “Kita telah berjibaku dan harus terus berkontribusi menyelesaikan persoalan dalam kehidupan kemanusiaan, kebangsaan, dan keumatan sebagai panggilan Allah SWT,” tandasnya. (*)