Peta Jalan Menulis Opini; Oleh M. Anwar Djaelani, aktif menulis opini sejak 1998 dan penulis sembilan buku
PWMU.CO – Menulislah, termasuk yang berjenis opini, karena tulisan itu sangat besar pengaruhnya. Lihat ungkapan salah seorang pendiri Pesantren Gontor, KH Imam Zarkasy (1910-1985), berikut ini. Bahwa, andai tak punya murid, “Saya akan mengajar dunia dengan pena.”
Masih sekaitan hal di atas, simak pula kalimat Mujahid dari Mesir, Sayyid Qutb (1906-1966) ini: “Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan dan bahkan jutaan kepala”.
Tentu yang dimaksud Sayyid Qutb lewat kalimatnya itu adalah soal pengaruh. Memang, pengaruh tulisan itu luar biasa besar dan luas. Ingat buku Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali? Buku yang terbit lebih dari seribu tahun lalu itu hingga kini terus dibaca dan mempengaruhi orang. Buku itu tak henti dicetak ulang di berbagai penjuru dunia dengan berbagai versi terjemahan.
Sebar Pendapat
Opini, sekali lagi, salah satu karya jurnalistik. Tulisan jenis ini memuat pendapat sang penulis atas satu masalah aktual dan menarik. Tentu, pendapat itu harus berdasar argumentasi tertentu.
Sebagai tulisan yang bersandar kepada pendapat masing-masing penulis atas suatu masalah, maka setiap orang semestinya bisa menulis opini. Coba perhatikan keseharian kita! Di saat menjumpai sesuatu yang menarik perhatian di sekelilingnya, rata-rata orang berkecenderungan untuk menyampaikan pendapatnya kepada orang lain tentang hal hal yang dilihat atau dirasakannya itu. Jika pendapat itu dipindahkan ke tulisan secara sistimatis dan argumentatif, maka di ranah jurnalistik hal itu bisa bernilai sebagai opini.
Menulis opini adalah sebentuk keterampilan. Kita bisa mempelajarinya dan berlatih untuk itu. Kita akan terampil jika menjadikan aktivitas menulis opini sebagai kebiasaan sehari-hari.
Sikap giat berlatih menulis opini akan muncul jika sadar bahwa yang kita kerjakan termasuk pengamalan dari al-Alaq 1-5. Di dalam lima ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw itu, ada Petunjuk Allah agar kita rajin membaca sekaligus suka menulis. Silakan perhatikan ayat pertama dan keempat.
Pembiasaan, Penting!
Banyak membaca, terutama berita dan/atau pengetahuan terbaru, adalah modal utama untuk bisa menulis opini. Dengan banyak membaca seseorang akan mendapatkan beberapa hal, yaitu: Pertama, mendapat tema menarik dan aktual, dua syarat agar opini kita banyak dibaca orang. Kedua, mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru. Ketiga, kaya dengan perbendaharaan kata, suatu hal yang bisa berkontribusi positif bagi kualitas opini kita.
Bersemangatlah, sebab tema untuk dikembangkan menjadi opini cukup mudah kita dapatkan karena “tersedia” di sekeliling kita. Tema aktual dan menarik itu ada di koran, majalah, radio, televisi, internet, bahkan di keseharian kehidupan kita.
Sekadar ilustrasi, di rumah, misalnya. Ketika ibu-ibu mendapati kenyataan bahwa harga beberapa kebutuhan pokok merangkak naik mengiringi kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak), maka mereka bisa menulis opini tentang ini.
Bagi yang suka mengikuti berita lewat media, baik cetak maupun elektronik, maka untuk mendapatkan “tema-tema nasional dan internasional” rasanya jauh lebih mudah. Mari, kita coba rasakan bahwa tema-tema itu banyak dan tak habis-habis.
Pertama, memanfaatkan momentum Hari-Hari Besar. Misal, di saat mulai memasuki pelaksanaan ibadah haji, kita bisa menulis opini: “Berhaji Sekali, tapi Berimplikasi Sosial”. Intinya, kita menyampaikan pesan, bahwa saat berhaji harus kita persiapkan ilmu dan batin kita sedemikian rupa kita optimis mendapatkan predikat mabrur. Lalu, dengan berbagai alasan kondisi di Indonesia, ungkap pendapat untuk tidak tergoda berhaji lebih dari sekali. Jika misalnya ada dana untuk haji kedua dan seterusnya, gunakan untuk memperbanyak ibadah sosial seperti menyantuni anak yatim dan lain-lain.
Berikut ini, satu contoh lagi. Di saat kita memperingati Hari Buku Nasional pada 17 Mei, tulislah opini, misalnya: “Rindu Pemimpin Menulis Buku”. Intinya kita dorong semua kalangan, terutama pemimpin, untuk rajin menulis buku. Sampaikan pendapat, agar kita meniru bahwa di masa lalu, banyak pemimpin yang menyuarakan pikiran-pikirannya lewat buku.
Selain itu, manfaatkan “Hari Ulang Tahun” lembaga-lembaga besar yang berjasa di perjalanan kita sebagai sebuah bangsa. Misal, saat Pesantren Gontor merayakan ulang tahunnya, kita bisa menulis, misalnya: “Di Gontor Ada Ibrah Dakwah Pak Zar”. Catatan, Pak Zar adalah sapaan akrab dari pendiri pendiri Gontor.
Contoh lain, ketika Pelajar Islam Indonesia (PII) sedang merayakan ualng tahunnya. Terkait ini, kita bisa menulis: “PII dan Wajah Pelajar Kita”.
Kedua, memanfaatkan berita-berita aktual dan menarik. Contoh, saat kita membaca bahwa Surabaya mendapat hadiah “Socrates Award” atas prestasinya sebagai kota dengan banyak perpustakaan, maka kita bisa menulis: “Surabaya, Socrates Award, dan Buku”. Intinya, kita apresiasi kemenangan itu dan dorong kota-kota lainnya meniru Surabaya yang memiliki banyak taman bacaan (dan taman bunga) yang menarik.
`Contoh lain, di saat kita membaca dan/atau mendengar kabar bahwa terjadi (untuk kali kesekian) jatuh korban banyak mustahik yang sedang mengantre zakat. Dalam hal ini, kita bisa menulis: “Menjaga Martabat Penerima Zakat”.
Ini contoh lain lagi. Di kala membaca Israel kembali membiadabi Palestina, kita bisa menulis, misalnya dengan judul: “Menolong Palestina via Khutbah Jum’at”. Intinya, meski jauh, tersedia banyak jalan menolong Palestina. Khotib Jum’at, misalnya, dia bisa menolong Palestina (secara tidak langsung) dengan memberikan pemahaman posisi Palestina bagi jamaah Jum’atnya. Harapannya, para jamaah itu bisa menolong Palestina sejauh yang bisa dilakukan oleh masing-masing-orang.
Ketiga, kejadian sehari-hari yang kita temui. Misal, kita sering merasa kesal karena perjalanan terganggu. Di antara gangguan yang sulit kita mengerti adalah saat jalan ditutup (sebagian atau seluruhnya) untuk berbagai keperluan seperti resepsi pernikahan. Atas hal ini, kita bisa menulis: “Penutupan Jalan Vs Kepentingan Umum”.
Sekadar Panduan
Sungguh, ide tulisan akan datang mengalir deras, terutama jika kita sudah membiasakan diri untuk menulis. Nyaris di setiap kita membaca, melihat, atau mendengar “sesuatu yang tak biasa”, biasanya lalu terbit ide untuk menulis opini tentang hal itu.
Harap diperhatikan, tema tulisan harus aktual dan menarik perhatian publik. Jika dua hal itu sudah dipenuhi, maka syarat pertama agar opini kita dimuat media sudah terpenuhi. Tinggal syarat yang lain, semisal sistimatika tulisan dan kekuatan argumentasi.
Buatlah outline (kerangka karangan) setelah kita memilih tema yang akan kita tulis. Langkah ini diperlukan sebelum kita menulis secara lengkap. Outline kita buat untuk memudahkan pengembangan penulisan. Pada dasarnya, alur menulis itu terangkai dalam “Tiga Besar” yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Di pendahuluan kita sampaikan secara ringkas masalah apa yang akan kita bicarakan. Lalu, di pembahasan, kita urai dan analisis masalah yang kita paparkan di bagian pendahuluan. Kemudian, di penutup, berilah kesimpulan dan saran berdasarkan uraian dan analisis sebelumnya.
Perihal “Judul Pemanggil Minat Baca”. Judul yang baik, antara lain: a). Mampu mencuri perhatian pembaca. b). Mencerminkan tema / arah tulisan, sehingga bisa menjadi “miniatur” isi keseluruhan tulisan. c). Ringkas dan padat. Sebagai sarana berlatih, seringlah memperhatikan judul-judul opini di berbagai media cetak atau elektronik.
Tentang “Lead Penggoda”. Lead adalah pendahuluan berbentuk paparan ringkas dari masalah yang akan kita kupas. Posisi lead menempati paragraf pertama. Fungsi lead adalah penggugah rasa ingin tahu pembaca. Lead mengantar pembaca ke gagasan utama sang penulis.
Perihal “Pembahasan nan Menawan”. Di bagian ini, isinya berupa analisis atas masalah yang kita angkat. Pembahasan harus sistimatis, argumentatif, tuntas, dan ditulis dengan bahasa baku namun tetap dengan sentuhan popular.
Tentang “Penutup yang Bernas”. Bagian ini memuat kesimpulan dan saran atas masalah yang kita kupas. Disajikan sekaligus dengan gaya pamit.
Berapa panjang opini? Di berbagai media, opini yang dimuat rata-rata 6.000 karakter (termasuk spasi). Tentu, atas pertimbangan tertentu, kadang ada kebijakan lain yang memungkinkan panjang tulisan bisa lebih
Demikianlah, penuntun menulis opini sudah disampaikan. Silakan pengetahuan itu kita kombinasikan dengan membaca sebanyak mungkin (tanpa henti) berbagai opini di banyak media. Perhatikan, bagaimana para penulis membuat judul yang menarik, menulis lead yang asyik, menyajikan pembahasan yang argumentatif dan mengalir, serta penutup yang lezat.
Terakhir, mari, jangan kita tunda-tunda lagi! Untuk bisa menulis opini, tak ada kiat yang paling manjur kecuali apa yang dikenal sebagai “Tiga M”: Mulai, mulai, mulailah! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni