Kelompok Mukidi Muhammadiyah Menurut Abdul Mu’ti laporan Ichwan Arief, kontributor PWMU.CO dari UMM.
PWMU.CO– Meskipun bukan ahli ekonomi, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd piawai juga bicara jihad ekonomi.
Itu dia buktikan ketika diskusi Muhammadiyah dan Pembangunan yang Berkeadilan dalam Kajian Ramadhan di Dome UMM , Sabtu (25/3/2023).
Menurut dia, PWM Jatim itu sudah punya bakat ekonomi. Tiap ada acara seragam batiknya selalu berganti. Ini sudah mendukung usaha batik. “Karena itu sering-seringlah ganti seragam batik untuk mendukung pengrajin batin,” seloroh Abdul Mu’ti membuka paparan yang disambut tawa hadirin.
Lantas dia menjelaskan empat modal jihad ekonomi. “Pertama adalah spiritual teologis. Dalam pemahaman ini adalah memahami Islam sebagai agama mendorong umatnya yang produktif, mandiri, dan kreatif,” katanya.
Dia menjelaskan Allah SWT menciptakan alam semesta dengan segala isinya itu dan menjadikan manusia bertebaran di daratan dan lautan itu ada bagi manusia, di manapun mereka berada. Rezeki yang diperoleh dengan cara bekerja dan berusaha.
Dalam kaitan ini ada lima istilah dalam al-Quran yang berkaitan dengan produktivitas, bekerja dan wirausaha, yaitu amalah berarti bekerja, sa’alah, kasadah, sa’ah, dan shonaah.
Berbisnis dan Berniaga
Prof Abdul Mu’ti menjelaskan Quran juga memerintahkan kita untuk berbisnis dan berniaga. Dalam hadits, Rasulullah berkaitan dengan kemandirian. Disebutkan pekerjaan apa yang paling baik? Pekerjaan yang paling baik bagi laki-laki yang bekerja dengan mandiri.
“Nabi mencontohkan pekerjaan semua itu mulia. Semua profesi itu baik. Nabi Zakariyah itu adalah tukang kayu, Nabi Nuh adalah pembuat kapal.”
Ini adalah keahlian yang luar biasa. Muhammad muda sebelum menjadi Rasul adalah pengembala kambing, makanya ada yang bilang profesi sesuai dengan sunnah Nabi adalah penggembala atau ternak kambing. “Bekerja dalam pandangan Islam adalah ibadah.”
Dia menyampaikan, kita sering menutup doa dengan doa sapu jagad. Dalam doa ini menjelaskan, pertama rezeki yang luas. Hal ini berkaitan atau identik dengan kepemilikan harta, rezeki yang luas. Kedua, punya istri, suami, anak, keluarga yang saleh dan salehah.
Ketiga, kita ini mencapai cita-cita yang kita inginkan. Keempat sehat jasmani dan rohani. Kalau jasmani rohani kita sehat, kita bisa bahagia, tidak kesakitan.
“Tapi tidak apa-apa, yang penting tidak menjadi pesakitan. Apalagi pesakitan KPK yang lebih parah lagi,“ canda Abdul Mu’ti yang mengundang tawa lagi.
Kelompok Mukidi
Prof Abdul Mu’ti menjelaskan modal kedua adalah sosial kultural. Muhammadiyah memiliki kultur wirausaha yang sangat kuat. Muhammadiyah sejak awal berdiri memiliki kultur pengusaha di kalangan pribumi dan kalangan santri.
“Ini adalah prinsip penting. KH Ahmad Dahlan itu adalah PNS dan pebisnis. PNS adalah abdi dalem santri atau pegawai dalamnya keraton. Beliau juga pedagang,” tuturnya.
PNS, lanjutnya, juga jangan ragu-ragu juga bisa menjadi berdagang, tetapi harus serius. Ada Pemuda Muhammadiyah menjadi PNS sambil nyambi ternak ayam.
Kemudian mengeluh sebab ternak ayam kok tidak berhasil. Temannya menjawab,“Kamu beternaknya setengah-setengah, maka ayamnya bertelur juga ikut setengah-setengah,” seloroh Mu’ti lagi.
“Muhammadiyah punya kultur dan struktur sosial yang disebut kelompok Mukidi. Yaitu muda, kaya, intelek, dermawan, dan idealis,” katanya yang bikin hadirin tertawa lagi.
Ini struktur sosial kelas menengah muslim di Muhammadiyah. Dalam kelas sosial ini kita menjadi playmaker (pemain tengah). Kalau pemain tengah ini tidak berjalan, maka tidak ada suplai bola ke striker dan tidak ada gol.
Pemain tengah ini memiliki peran, ke mana arah bola itu diarahkan, disuplai ke striker untuk mencetak goal. “Muhammadiyah harus sadar dengan posisinya ini.”
Modal Jaringan
Abdul Mu’ti mengatakan modal ketiga adalah jaringan. Muhammadiyah memiliki jaringan mulai dari pengusaha dengan berbagai unit usaha. Ini menjadi modal penting untuk kita melakukan jihad ekonomi.
Modal keempat adalah politik. Ini penting. Kita memiliki Prof Zainuddin Maliki di DPR, memiliki Pak Arif (Dr Arif Budimanta Sebayang MSi) yang dekat dengan Istana dan bisa membisiki Istana. “Tapi kita tidak tahu apakah bisikannya didengar atau tidak,” selorohnya lagi.
Menurut dia, banyak kebijakan negara dalam beberapa hal tidak selalu positif terhadap pemberdayaan ekonomi. Ekonomi gap itu tidak bisa dipungkiri. Yang di atas makin di atas, yang di bawah harus diangkat. Semangat Muhammadiyah dengan ekonomi gap itu adalah kita bisa mengangkat, supaya yang di bawah itu bisa ke atas.
Misalnya, larangan buka bersama itu kan tidak mendukung ekonomi rakyat seperti rumah makan. “Loh kok jadi lari ke situ. Puasa-puasa gak papa ngomong begini ya,” ujarnya disabut tawa.
Editor Sugeng Purwanto