PWMU.CO– Dua hikmah Ramadhan disampaikan Penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nur Cholis Huda MSi, kepada peserta Kajian Ramadhan PWM dan PWA Jatim di Dome UMM, Sabtu (25/3/2023).
“Ada yang mengatakan, ceramah di depan orang lapar itu bertentangan dengan naluri manusia. Karena orang lapar itu tidak butuh pidato tapi butuh makan. Karena itu saya mengutip teks proklamasi, bahwa ceramah saya ini disampaikan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” kata Nur Cholis Huda membuka ceramah yang disambut gerrr hadirin.
Nur Cholis Huda tampil terakhir setelah pidato Gubernur Jatim Khofifah di acara penutupan Kajian Ramadhan. Waktu menunjukkan pukul 17.30 menjelang buka puasa.
Dia mengatakan, ada dua hikmah Ramadhan. Pertama, Ramadhan itu mencerdaskan manusia. Karena emosinya yang negatif ditekan dan logika positifnya dikembangkan.
“Tapi apa itu tanda orang cerdas? Tanda orang cerdas itu, bisa menyelesaikan permasalahan yang sulit dengan cara yang mudah. Sebaliknya, orang tidak cerdas menyelesaikan masalah yang gampang dengan sulit atau mbulet. Nah semestinya puasa kita adalah menghasilkan orang yang cerdas,” ucapnya.
Nur Cholis Huda memberikan contoh orang yang tidak cerdas. Ada suami istri. Istri selalu minta segala sesuatu harus perfect, sempurna. Begitu sempurnanya sampai urusan memencet odol itu mencetnya harus dari bawah sehingga teposnya beraturan.
“Sebaliknya, suami itu kalau mijit odol ya sak enake. Sing penting odole metu. Maka tepos di tengah. Setiap kali istrinya kalau ke kamar mandi lama, karena membetulkan odol yang tepos itu. Dia mengatakan,”Mas hidup itu harus teratur, kalau sampeyan memijit odol itu dari belakang, jangan tengah,” tutur Nur Cholis Huda.
Semakin hari, kekecewaan itu tertimbun. Lama-lama jadi pertengkaran. “Itu contoh orang yang tidak cerdas. Kalau orang cerdas ini masalah kecil, solusinya ya beli dua. Satu untuk istri, satu untuk suami,” kata Nur Cholis Huda disusul tawa peserta.
“Kita di sini adalah para pelayan masyarakat. Ada kepala rumah sakit (RS), rektor, dosen, dan lain-lain. Apalagi kalau dikaitkan dengan jihad ekonomi. Bagaimana sekolah membangkitkan ekonomi tapi tetap tidak menyulitkan siswa? Butuh kecerdasan. Masalah sulit diselesaikan dengan kecerdasan,” tandasnya.
Kedua, hikmah Ramadhan itu, orang akan berbicara atau berkomunikasi yang Islami. Nur Cholis Huda pun mengajak semua peserta kajian agar berbicara yang Islami. Ada enam ciri berkomunikasi Islami.
Pertama, qaulan sadida, yaitu bicara yang bener, betul, lurus, tidak bohong, tidak curang.
“Inti komunikasi adalah kejujuran. Bagaimanapun kalimat indah kalau gak jujur ya sia-sia. Rohnya komunikasi adalah kejujuran. Orang yang berkata jujur itu yushlih lakum a’malakum dibaguskan perilakunya, yakni Allah meluruskan, membaguskan. Dan yaghfir lakum, dzunubakum. Diampuni kesalahannya. Orang yang bicara selalu jujur, ketika suatu hari salah orang akan memaafkan dan memaklumi dia salah,” kata penulis buku Senyummu Senyumku Juga ini.
Kedua adalah qaulan makrufa berbicara degan kalimat yang baik. “Contoh mangan, nedo, dahar, itu baik. Tapi juga ada kalimat yang tidak baik yakni nguntal, jeglak, itu juga artinya mangan, makan, tapi tidak makrufan. Maka ucapkanlah yang baik,” ujarnya.
Ketiga, qaulan layyina ucapan yang lembut. Fiman Allah itu memerintahkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar pergi ke Firaun dengan kalimat yang lembut. Idzhabaa ilaa fir’auna innahu thagha.
“Tidak ada orang yang lebih jahat dari Firaun. Tapi Allah pun memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar berbicara dengan lembut. Dalam konteks semua ini tidak hanya lisan ya, tapi juga tulisan. WA sekarang itu bukan main lembutnya, bukan main kasarnya. Tidak islami. Ayo kita jadikan Ramadhan ini harus berkomunikasi islami,” ucapnya.
Keempat, qaulan maysura, ucapan yang memberi harapan. Contohnya ketika menjenguk kawan yang sakit. Maka kita harus memberikan harapan sembuh, jangan sebaliknya.
Kelima, qaulan baligha ucapan yang menyentuh hati atau membekas di hati. Orang tua itu kadang tidak bisa membedakan antara menasihati atau memarahi anak. Maka sebagai orang tua, ucapkanlah yang menyentuh hati.
Keenam, qaulan karima ucapan yang mulia terutama kepada orang tua dan orang yang kita tuakan. Pilihlah kalimat-kalimat yang mulia. (*)
Editor Nely Izatul Editor Sugeng Purwanto