PWMU.CO – Guna mempertegas komitmen keberpihakan kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) terhadap kaum mustadh’afin, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Malang Raya bersama dengan alumni Darul Arqam Madya (DAM) menginisiasi lahirnya ‘Manifesto DAM 2017’.
Lahirnya Manifesto tersebut merupakan bagian dari rencana tindak lanjut RTL pelaksanaan DAM PC IMM Malang Raya dengan tema besar ‘Kedaulatan Ekonomi-Politik’ pada tanggal 18-23 April 2017 lalu.
Ketua Bidang Kader PC IMM Malang Raya Rudi Suhartono mengeaskan dengan adanya Manifesto tersebut dimaksudkan untuk melaraskan teori dengan praktek. Sehingga pola-pola keberpihakan dan pemberdayaan yang dilakukan IMM terhadap kaum mustadh’afin semakin terasa manfaatnya. Terutama untuk membebaskan kaum mustadh’afin dari jerat imperialisme, kapitalisme dan feodalisme.
”Sudah saatnya IMM turun langsung ke basis massa dan tidak lagi melakukan gerakan elit. Karakter kader IMM juga harus dilantih dengan cara dibenturkan dengan kenyataan atau fakta sosial yang hadir di tengah-tengah masyarakat,” terang Rudi.
Manifesto DAM 217 yang disusun secara kolektif oleh alumni DAM Malang Raya tersebut menghasilkan tiga rumusan bentuk pemberdayaan terdahap kaum mustadh’afin. Di antaranya gerakan sosial karikatif, pemberdayaan kapasitas, serta pemberdayaan otoritas.
”Keberpihakan terhadap kaum mustad’afin dapat ditunjukan melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasar seseorang secara cuma-cuma dan tidak mengikat. Layanan dan bantuan ini murni bersifat sosial karikatif yang habis sekali pakai atau tepat guna. Tujuanya adalah agar kaum mustad’afin dapat menutupi kebutuhan mendesak dalam kelangkaan sandang, pangan dan papan,” jelasnya.
Sementara pemberdayaan kapasitas bertujuan untuk membantu kaum papa agar mampu melakukan penguatan dan pemberdayaan diri secara partisipatoris.
”Pemberdayaan kapasitas berupa membuka akses atau peluang bagi mereka untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan dan keterampilan. Sehingga tidak lagi menjadi orang yang lemah fisik maupun mental,” imbuhnya.
Terakhir, pemberdayaan otoritas kaum mustadh`afin dalam proses pengambilan keputusan. ”Bagaimanapun keberpihakan itu pada akhirnya mesti memasuki wilayah politik. Alangkah makin mantap jika pemberdayaan sosial juga mencakup pelibatan kaum tertindas dan miskin itu sebagai bagian dari warga negara dalam posisi menentukan kebutuhan dan kepentingan mereka, memutuskan kebijakan secara bersama-sama dengan kelompok sosial lainnya,” ungkapnya.
Rudi menegaskan bahwa partisipasi dalam pengambilan keputusan saja belum cukup. IMM juga harus melakukan fungsi kontrol atas implementasi dari kebijakan yang dibuat. Sehingga memungkinkan untuk dapat menjaga dan memelihara kepentingan-kepentingan sosial-ekonomi masyarakat.
”Partisipasi dan kontrol membuat mereka memiliki otoritas dan kekuatan di hadapan kelompok-kelompok sosial lainnya. Dalam pemberdayaan yang dilakukan akan tetap selalu diimbangi dengan melakukan pengawalan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah,” tandas Rudi.(ade chandra sutrisna/aan)