PWMU.CO – Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Dr M Din Syamsuddin mengatakan bahwa kejayaan umat adalah juga kejayaan bangsa. Sayangnya pemangku amanah di negeri tercinta ini selalu saja bersikap tidak adil.
“Ada yang dengan sengaja memberikan pemahaman yang salah dengan memisahkan umat dan bangsa, karena bangsa dan negara ini dibangun oleh umat Islam. Kalau menyebut bangsa Indonesia maka persepsi yang harus lahir adalah Umat Islam. Kita ini single majority (mayoritas tunggal) termasuk ketika meletakkan konstruksi kebangsaan negara kita.”
(Berita terkait: Din Syamsuddin tentang Pembubaran Pengajian: Fans MU Tak Bisa Dipaksa Menyukai Chelsea dan Ahok Dituntut Ringan, Ini Tanggapan Keras dari Din Syamsuddin)
Pernyataan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu disampikan saat memberikan pengajian umum bertema “Kejayaan Umat adalah Kejayaan Bangsa” di Masjid Al Hikmah Universitas Negeri Malang (UM), Selasa (3/5).
Dengan tegas Din mengatakan negara harus menunjukkan keberpihakannya pada umat Islam. “Kalau tidak mau ya jangan berpihak pada yang lain karena pemegang status mayoritas tunggal itu adalah Islam,” ujarnya. Untuk itu, tambahnya, secara sosiologi hendaknya jangan didikotomikan. “Harus proporsional. Keseimbangan atas dasar historis, sosiohistoris, dan antropologis.”
(Berita terbaru: Pesan dan Dukungan Din Syamsuddin untuk Aksi Simpatik 55, 5 Mei 2017)
Din mengatakan, “Saya katakan jangan ada yang coba-coba untuk mengeluarkan salah satu faktor kebesaran Islam dari Indonesia. Kebesaran umat Islam ditunjukkan dengan lahirnya konsensus bersama yaitu Pancasila. Dan ini tugas UM yang memiliki Laboratorium Pancasila,” kata Din.
(Baca juga: Curhat Din Syamsuddin dari Madinah soal Penangkapan Aktivis Muslim dan Beber Kebiasaan Mengaji Amien Rais, Din Syamsuddin juga Ucapkan Terima Kasih atas Jasanya)
Menurut alumni Gontor ini, model negara masa depan itu seperti Indonesia dengan Pancasila-nya. “Bahkan Paus Fransiscus tahun 2010, setelah mendengar pidato saya, beliau mengatakan dunia harus mencontoh umat Islam Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai jembatan peradaban yang luar biasa,” cerita Din.
Lihatlah, kata Din, secara historis yang melahirkan Pancasila adalah umat Islam. “Bagaimana Ki Bagus Hadikusumo mengambil keputusan cerdas dengan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, (untuk) mengganti syariat yang hanya memuat family law pada masa itu dengan dasar aqidah yaitu ketauhidan. Maka jangan mau diadu-domba antara umat Islam dengan Pancasila,” jelas Din.
(Baca juga: Kekhawatiran Din Syamsuddin terhadap Potensi Perang Dunia Ketiga dan Kekhawatiran Din Syamsuddin terhadap Potensi Perang Dunia Ketiga)
Nah, proses adaptasi dengan sila pertama Pancasila ini, kata Din, membuat agama-agama di Indonesia melakukan penyesuaian. “Misalnya umat Kristiani mengambil istilah Trinitas atau Hindu menjadikan tiga dewa yang secara eksistensi berbeda dalam istilah mereka. Trilogi itu sebenarnya fungsi, yaitu generator (Brahma), operator (wisnu), dan destroyer (siwa) dalam singkatan GOD. Dan Pancasila menyatukan dalam prinsip kebangsaan dalam bingkai Pancasila,” paparnya.
Din menegaskan bahwa kewajiban umat Islam saat ini adalah meluruskan kiblat bangsa sebagaiman Kongres Umat Islam di Yogyakarta tahun 2015. “Pemegang amanah sudah keluar dari rel maka perlu kita ingatkan. Terkait ketidakadilan hukum, ketimpangan ekonomi, dan penyelewengan kekuasaan telah saya sampaikan,” tegas Din sambil menceritakan pertemuannya dengan Presiden Jokowi di Istana. (Uzalifah)