Hadiyah Salim, Ulama yang Aktivis dan Penulis yang Produktif, Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Ulama dari kalangan perempuan, jarang kita dengar. Rasanya, tak mudah menemukan biografi yang di dalamnya ada kiprah dakwah mereka. Jika ada, sangat sedikit.
Satu dari ulama perempuan yang sedikit itu ada nama: Hadiyah Salim. Dia, perempuan yang berkualifikasi ulama. Dia aktivis dakwah. Spirit perjuangannya bisa menembus zaman setelahnya karena selain teladan aktivitas dakwahnya, juga terutama karena berbagai buku karyanya yang sampai sekarang masih bisa dinikmati. Bahkan sampai nanti, dalam waktu yang tak terbatas.
Sepenuh Perjuangan
Prestasi dakwah Hadiyah Salim bisa sejajar dengan ulama dari kalangan laki-laki. Memang, Hadiyah Salim tercatat telah turut memimpin pergerakan Muslimah di masanya.
Dalam pergerakan, Hadiyah Salim aktif di Gerakan Pemuda Islam Indonesia, terutama di bagian pemudi. Antara lain, dia aktif di dapur umum bagi para pejuang.
Pada 1950, Hadiyah Salim mengajar di Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Balonggede, Bandung. Sementara, aktivitas keorganisasiannya di Aisyiyah dan Muhammadiyah yang telah diakrabi dia sebelumnya terus tak berkurang.
Demikianlah, umat tak akan melupakan gerak kepejuangan Hadiyah Salim. Dia aktif dalam kegiatan membina masyarakat dalam aksi bela negara. Kegiatan-kegiatan itu dilakukannya di sekolah-sekolah, masjid-masjid, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan.
Kesemua aktivitas kemasyarakatan itu, menjadikan Hadiyah Salim diakui sebagai seorang tokoh. Hal inilah yang kemudian menjadikan dirinya diajak untuk aktif juga di Partai Masyumi.
Di politik, di masa Orde Lama, Hadiyah Salim berkontribusi cukup panjang. Dia menjadi anggota legislatif tiga periode berturut-turut. Di DPRD Kodya Bandung sekali dan DPRD Peralihan Jawa Barat dua kali.
Luas Pergerakannya
Hadiyah Salim sangat peduli terhadap masalah-masalah sosial-kemasyarakatan. Hal ini menarik perhatian Kodam VI Siliwangi waktu itu (Kodam III Siliwangi, sekarang) yang lalu mengajak dia untuk membahas permasalahan yang dihadapi Jawa Barat. Di kegiatan ini, juga diajak sejumlah ulama dan berbagai organisasi sosial-keagamaan, membahas masalah sosial-ekonomi di masyarakat.
Berdasar pengalaman di atas, kemudian pada 4 Maret 1955 Hadiyah Salim mengadakan pertemuan yang mengundang lintas organisasi perempuan. Kala itu yang diundang seperti Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah, Muslimat NU, Fatayat NU, Persistri Persis, Wanita Islam, Wanita PUI, Jami’atul Banat, Wanita Washliyah, dan lainnya.
Di acara tersebut, dibahas permasalahan yang mendesak saat itu yaitu kelaparan akibat tingginya harga beras. Di antara hasil pertemuan itu, lahir kesepakatan membentuk wadah organisasi perempuan Islam yang bernama Badan Kerja Sama Wanita Islam (BKSWI). Badan ini diniati sebagai pemersatu wanita Islam dalam gerakan amar ma’ruf nahi munkar.
BKSWI punya kepedulian terhadap masalah kemasyarakatan terutama di bidang sosial. Aktivitasnya, antara lain berupa pengumpulan dana untuk memberikan santunan pangan dan sandang bagi yatim-piatu, fakir miskin, dan tuna-netra.
Atas performanya yang diterima banyak kalangan, Hadiyah Salim sering diundang berceramah di berbagai lapisan masyarakat. Juga, di banyak kampus, perkantoran, dan di kalangan pengusaha.
Baca sambungan di halaman 2: Sang Penulis Produktif
Discussion about this post