Gerakan Perempuan Mengaji PWA Bicara soal Nikah

Gerakan Perempuan Mengaji
Suwito narasumber GPM online.

PWMU.CO – Gerakan Perempuan Mengaji PWA Jawa Timur secara daring berlangsung Sabtu (5/8/2023).

Acara ini diadakan Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur. Ini Gerakan Perempuan Mengaji (GPM) kedua.

Acara ini diikuti oleh pengurus Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) se-Jawa Timur beserta ustadzah dari Corp Muballigh Aisyiyah (CMA).

GPM kali ini menghadirkan Drs Suwito MAg dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan tema Wali Nikah bagi Calon Pengantin Perempuan.

Acara dibuka qoriah Fitri Analia SPd dari Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Lamongan.

Dr Istikomah MAg, Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) PWA Jawa Timur dalam sambutannya mengapresiasi semua yang mendukung dan menyukseskan acara ini.

Istikomah berharap ke depan peran serta seluruh PDA se Jawa Timur dapat tampil sebagai pemateri.

”Harapan kami pemateri tidak hanya dari PWA, juga dari PDA sebagai bentuk apresiasi kami kepada tokoh-tokoh PDA yang expert di bidangnya. Kami akan membuat jadwal sehingga seluruh PDA berkesempatan tampil di forum GPM ini,” ujarnya.

Wali Nikah

Narasumber Suwito menjelaskan, pernikahan dalam UU No.1/1974 pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dia menerangkan, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya dan harus dicatat sesuai UU No. 1/1974 pasal 2.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau ميثاقا غليظا untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

”Tujuannya untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sebagaimana dalam KHI pasal 3,” katanya.

Diterangkan, orang yang berhak menikahkan seorang perempuan adalah walinya apabila sanggup bertindak sebagai wali. Namun adakalanya, ia tidak dapat bertindak sebagai wali, maka hak kewaliannya berpindah kepada orang lain.

”Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan sesuai erat tidaknya dengan calon mempelai wanita. Wali hakim baru dapat bertindak jika wali nasab tidak ada, tidak mungkin dalam menghadirkannya, tidak diketahui tempat tinggalnya, gaib dan ‘adhal (enggan),” terangnya.

Suwito menambahkan, penyelesaian wali ‘adhal melalui seorang hakim sebagaimana KHI pasal 23 (b). Wali ‘aḍhal maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan/penetapan hakim Pengadilan Agama.

Penulis Nurul Hidaya Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version