Pembelajaran Asyik
Pernah terjadi dialog antara Pak Zar dengan seseorang yang pernah menjadi santri atau anak didiknya. Berikut ini petikannya:
“Kamu sudah mengajar,” tanya Pak Zar.
“Belum,” jawab si murid.
“Mati kamu,” respons Pak Zar.
Dialog lalu berlanjut. Makin menarik.
“Sudah menulis atau menerjemahkan buku,” tanya Pak Zar.
“Belum,” jawab si murid.
“Mati kamu,” tukas Pak Zar.
Dari dialog di atas, Pak Zar hendak mengingatkan, bahwa dalam hidup ini seseorang hendaklah berkarya. Mengajar, menulis, atau menerjemahkan buku, berarti menyebarkan ilmu dan itu adalah karya.
Karya yang bermanfaat sering Pak Zar jadikan sebagai ukuran orientasi dan target seseorang ketika memilih suatu bidang kehidupan. Pernah salah seorang santrinya meminta izin untuk menjadi lurah.
Pak Zar menjawab masalah itu justru dengan mengajukan pertanyaan. Kelak (saat jadi lurah), apa karya yang bermanfaat-yang bisa bernilai amal jariyah-yang akan disumbangkan untuk masyarakat sebagai seorang lurah?
Bagi Pak Zar, seorang santri yang mengajar mengaji satu atau dua orang dengan ikhlas di surau di tengah hutan adalah orang besar. Hal ini, karena dia telah berkarya dan bermanfaat bagi orang di tengah hutan, yang mungkin orang lain tidak bisa melakukannya.
Bagaimana posisi ijazah? Dalam pandangan Pak Zar, hakikat ijazah seorang santri terletak pada pengakuan masyarakat terhadap karyanya yang bermanfaat di tengah-tengah mereka.
Bukti Alumni
Terkait karya, Pak Zar tak sekadar hanya punya konsep. Dia telah meninggalkan karya-karya besar. Di antaranya, tentu saja Pesantren Gontor yang harus disebut terlebih dahulu.
Dari Pesantren Gontor lahir banyak lulusan yang berhasil di tengah-tengah masyarakat. Karya-karya mereka di berbagai lapangan kehidupan diakui masyarakat.
Di antara alumni Pesantren Gontor yang mendirikan dan memimpin pesantren, lalu pesantren itu menjadi besar adalah: KH Hamam Ja’far (Pesantren Pabelan-Magelang), KH Mahrus Amin (Pesantren Darunnajah Jakarta), KH Ahmad Kholil Ridwan (Pesantren Al-Husnayain Jakarta), serta dua bersaudara KH Tijani Jauhari dan KH Idris Jauhari (Pesantren Al-Amien Sumenep).
Melengkapi contoh Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin yang telah disebut di atas, berikut ini sebagian alumni Pesantren Gontor yang dikenal sebagai tokoh-tokoh nasional. Mereka, antara lain: KH Idham Chalid (pernah menjadi Ketua Umum PBNU dan pernah menjadi Ketua MPR/DPR), Dr Muhammad Hidayat Nurwahid (Ketua MPR 2004-2009), Prof Dr Ali Mufrodi (Guru Besar UINSA), Prof Dr Roem Rowie (Guru Besar UINSA).
Alumni Pesantren Gontor yang dikenal sebagai pengusaha sukses, banyak. Dikenal sebagai penulis ternama, tak sedikit. Di luar itu, banyak pula alumni Pesantren Gontor yang tak kita kenal tapi punya karya besar. Bagian yang disebut terakhir ini, bekerja secara gigih dalam memberi kemanfaatan bagi masyarakat meski tanpa publikasi.
Baca sambungan di halaman 3: Jejak Buku KH Imam Zarkasyi