PWMU.CO – Semua akan Tarjih pada waktunya. Seperti Kiai Dahlan yang membetulkan arah kiblat, saat ini tidak ada lagi yang menolak, bahkan semua menerapkannya.
Wakil Ketua PWM Jatim Dr Syamsudin MAg mengemukakan, keputusan yang diambil Kiai Dahlan seperti itu ini merupakan bagian dari kerja Majelis Tarjih yang saat itu belum terbentuk.
“Majelis Tarjih baru berdiri pada tahun 1927,” ungkap Syamsudin saat menyampaikan materi Manhaj Tarjih pada acara Capacity Building Revitalisasi Ideologi, Politik, dan Organisasi (Ideopolitor) Gelombang II di Grand Whiz Hotel Trawas, Mojokerto, Sabtu (12/8/2023).
Acara yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu diikuti seluruh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-Jawa Timur.
Dosen UINSA Surabaya itu juga menyinggung terjadinya perbedaan waktu shalat Id. Ternyata perbedaan shalat Id sudah terjadi lama. Bahkan pernah dilaporkan kepada Pemerintah Hindia Belanda.
“Jawaban yang diberikan KH Ahmad Dahlan, cukup mengejutkan. Beliau mengintruksikan seluruh Cabang Muhammadiyah untuk melaksanakan shalat meskipun berbeda,” ujarnya.
Dia menerangkan, beberapa keputusan Kyai Ahmad Dahlan pada awal-awal berdirinya cukup mengejutkan berbagai pihak, meskipun kemudian keputusan itu dibenarkan dan diikuti oleh hampir semua umat Islam.
“Seperti khotbah Jumat, yang dibolehkan memakai kombinasi bahasa Arab dan bahasa lokal setempat,” tambahnya.
Khotbah Bahasa Arab Berubah
Pada awalnya khotbah Jumat di Hindia Belanda sepenuhnya memakai bahasa Arab. “Jangankan jamaahnya, khotibnya pun tidak paham apa yang dibaca,” jelas Ustadz Syam, sapaan akrabnya, yang disambut tawa peserta.
“Sehingga, berdasarkan cerita kakek saya, ada doa pada khotbah kedua yang masih mendoakan kejayaan kekhalifahan Turki Usmani, padahal saat itu sudah runtuh,” lanjutnya.
Putusan-putusan bernuansa kinerja Tarjih dan dianggap menyalahi ini, pada akhirnya diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam Bahasa sekarang, semua akan menjadi Tarjih pada waktunya.
Demikian juga keputusan Kiai Dahlan untuk memulai membetulkan arah kiblat, saat ini tidak ada lagi yang menolak.
“Meskipun banyak hal yang dibuang dan ditinggalkan oleh Muhammadiyah, malah dipungut dan dilestarikan oleh yang lain,” lanjutnya.
Persoalan furuiyah memang tidak menjadi perhatian utama Kyai Dahlan, pada awal berdirinya Muhammadiyah. “Beliau lebih memusatkan perhatiannya pada persoalan akidah dan akhlak, kemudin baru ke persoalan furuiyah,” ungkapnya. (*)
Penulis Muh. Isa Ansori Editor Mohammad Nurfatoni