
PWMU.CO – Tragedi perang Palestina-Israel yang berkobar lagi mendorong Muhammadiyah mempertanyakan fungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam membina perdamaian dunia.
Tragedi perang Palestina dan Israel yang terus berulang menunjukkan ketidakmampuan PBB dalam mengimplementasikan resolusi serta menegakkan hukuman yang adil bagi negara adikuasa yang sedang berkonflik.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam konferensi pers di gedung Dakwah Jakarta, Rabu (11/10/2023) seperti ditulis muhammadiyah.or.id.
Pasukan Israel, Sabtu (7/10), menggempur perkampungan padat penduduk di Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan roket Hamas ke negaranya.
Memasuki hari kelima perang Palestina-Israel, korban sipil di kedua pihak terus bertambah. Data sementara per hari Rabu (11/10) dikabarkan ada 1.200 korban tewas dari pihak Israel dan 900 korban tewas dari Palestina. Peperangan juga mulai merembet pada daerah perbatasan seperti Syria dan Lebanon.
Haedar Nashir mengingatkan, solusi yang telah disepakati oleh PBB yakni pendirian dua negara berdaulat tidak tuntas terwujud karena adanya veto dari beberapa negara. Sehingga status Palestina di PBB masih menjadi non-member observer state (negara pengamat non-anggota) di kala Israel telah diakui sebagai entitas negara berdaulat.
”Nah, jika tidak ada langkah-langkah yang progresif, saya yakin fungsi PBB itu semacam impotensi. Lebih jauh lagi ketika hampir semua negara maju itu selalu peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia, terutama di negara-negara dunia ketiga, kenapa kok membiarkan tragedi terus tragedi terjadi?” ujarnya.
Jadi kesimpulan kami, sambung Haedar, sebenarnya peradaban modern dan kesadaran akan perdamaian hak asasi manusia, demokrasi di tatanan global ini sudah di lorong gelap atau lorong buntu dari peradaban modern.
”Jadi saya yakin kalau tidak ada ketegasan PBB dan PBB terus korban veto dari negara yang tidak netral terhadap posisi dua negara (Palestina-Israel) ya kita akan terus begini, mungkin dua tahun lagi kejadian lagi, tiga tahun kejadian lagi. Jadi pertanyaan besar Muhammadiyah untuk dunia sebenarnya apakah dunia dan PBB akan membiarkan tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata ini terus berlangsung dan kita lumpuh, tidak bisa menegakkan perdamaian, tidak bisa menindak negara yang merusak perdamaian dan tidak mewujudkan persaudaraan antar bangsa,” tandasnya.
Haedar mengatakan, PBB memiliki lima tujuan utama yang beberapa di antaranya tidak optimal, khususnya pada poin pertama dan poin keempat yang berbunyi; 1. Menjaga perdamaian dan keamanan dunia, 4. Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia.
”Nah pertanyaan mendasar kita di era ketika PBB sudah 78 tahun dan negara-negara maju semua termasuk negara kita selalu menyuarakan perdamaian, dunia tanpa kekerasan, kesadaran hak asasi manusia, apakah kita akan terus membiarkan tragedi-tragedi ini terus terjadi?” tanya Haedar.
Bahkan forum-forum global yang dilakukan antar negara dan antar kelompok masyarakat dan organisasi dunia tentang perdamaian, nyaris hanya suara di atas kertas saja.
”Jadi ini perlu refleksi mendasar dari seluruh dunia tentang penyelesaian akhir perang Israel dan Palestina,” tandasnya.
Editor Sugeng Purwanto