PWMU.CO – Kebanyakan orang memahami spiritualitas hanya dimiliki oleh mereka yang beragama atau penganut keyakinan tertentu. Akan tetapi tidak demikian menurut Ikhwan Marzuqi. Penulis buku berjudul ‘Spiritual Enlightenment: Kenali, Cintai dan Sayangi Pencerahan Spiritual’ ini mengungkapkan bahwa spiritual lebih bersifat universal.
”Spritualitas itu tidak terikat dengan agama tertentu. Kalaupun agama yang seseorang anut itu mencirikan nuansa spiritual, justru sangatlah baik dan lebih lengkap,” ujar mahasiswa semester lima program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang (FK UMM) saat peluncuran dan bedah buku ketiganya di Toko Buku Gramedia Ismail Marzuki Malang, Ahad (16/7) lalu.
Bagi yang menganut agama, lanjut Ikhwan, spiritual memiliki makna untuk memahami sebuah keikhlasan hati yang senantiasa mengabdi kepada Tuhan, atau kepada semesta bagi yang tidak memiliki agama.
”Pengabdian tersebut akan memberikan sebuah perasaan tersendiri untuk menyelami hakikat kehidupan, serta mengerti peran-peran kita sebagai khalifah-Nya di muka bumi,” ungkap mahasiswa asal Pamekasan, Jawa Timur ini.
Dalam buku setebal 184 halaman ini Ikhwan-begitu Ia akrab dikenal-memuat 3 bab yakni Mengenali, Mencintai dan Menyayangi. Tiga bab ini, kata Ikhwan, sebenarnya berawal dari sebuah pepatah yang kemudian dirangkainya dalam bentuk buku untuk mencapai pencerahan spiritual. Pepatah itu yakni, “Tak kenal maka tak cinta, tak cinta maka tak sayang”.
”Untuk lebih memberikan kesan yang mendalam pada ranah spiritual, buku ini berisi tentang berbagai renungan, langkah-langkah, dan arahan untuk menerapkannya dalam semua bidang kehidupan,” terangnya.
Wakil Rektor I UMM Prof Syamsul Arifin mengapresiasi Ikhwan saat turut memenuhi undangan peluncuran buku tersebut. Menurutnya, Ikhwan sangat luar biasa karena berani mengangkat tema yang biasanya ditulis manusia yang telah matang dalam menjalani kehidupannya.
”Menulis tentang spiritualitas itu nggak gampang, lho! Kebanyakan buku itu memuat tentang apa yang ada di luar diri kita, sehingga lebih mudah memahaminya. Sementara berbicara tentang spiritualitas, adalah objek yang ada di dalam diri kita. Ketika seorang penulis memilih objek spiritualitas dalam karya tulisnya, maka sang penulis akan banyak menulis pengalamannya sendiri,” kata Syamsul.
Orang yang tidak memiliki pengalaman spiritualitas, sebut Syamsul, tidak mungkin bisa menuliskan bahasan tersebut. Karena untuk dapat mendalami spiritualitas, seseorang setidaknya harus berada pada usia matang, yakni pada usia 40 tahun. Syamsul mengungkapkan hal itu sejalan dengan filosofi hidup bahwa hidup itu dimulai pada usia tersebut.
”Di usianya yang baru menginjak 21 tahun pada April 2017 ini, Ikhwan menjelma sebagai sosok manusia dewasa sebelum waktunya. Mudah-mudahan pertemuan yang mambahas tema-tema ini tidak berhenti sampai di sini. Saya harap ada forum tatap muka lanjutan untuk sharing ihwal spiritualitas,” paprnya.
Dalam waktu dekat, buku ‘Spiritual Enlightenment’ ini juga rencananya akan kembali dibedah di UMM bersamaan dengan peluncuran buku terbaru Syamsul Arifin berjudul ‘KaRen: Sebuah Novel’. (hum/aan)
Discussion about this post