Si Rendah Hati
Penerbit, di Kata Pengantar buku Warisan Sang Murabbi; Pilar-Pilar Asasi, memberi kesaksian yang tepat atas sosok penulis dari buku setebal 435 halaman dan ditulis selama enam tahun itu. Bagi penerbit, “Berlembar-lembar tulisan Rahmat Abdullah adalah kumpulan sikap ketegasan dan mimpi-mimpi tentang hari esok yang bergambar terang”.
Penerbit benar. Rahmat Abdullah itu, tegas dan visioner. Bisa ditambahkan, gaya menulisnya nyastra. Lebih dari itu, membaca karya-karya Rahmat Abdullah, di samping akan mendapatkan banyak ilmu bahkan akan kita peroleh suntikan ghirah yang bertenaga.
Coba rasakan, energi ghirah yang mengalir kepada kita setelah membaca paragraf berikut ini. Ghirah untuk hanya memilih contoh tokoh yang disebut pertama sebagai teladan yang baik.
Kita baca tulisan berjudul Labbaik, di buku Warisan Sang Murabbi; Pilar-Pilar Asasi, di halaman 254-259. Mari resapi dua paragraf terakhirnya, berikut ini:
Sang putra yang diasuhnya, Ismail, mewarisi benar perwatakan jujur ini. Ia yang ketika sang ayah menjelaskan mimpi yang dilihatnya tentang pengorbanan, spontan menjawab, “Wahai Ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Akan kau temukan daku insya Allah dalam golongan hamba yang sabar” (ash-Shaffat 102).
Ini tak seperti Yam bin Nuh, yang ketika gelombang sebesar-besar gunung mengepung, dengan congkak menjawab seruan ayahnya, “Aku akan berlindung ke gunung yang akan menyelamatkanku dari air” (QS Hud 43). (Inilah) Tipe khas kaum pemuja benda yang tak melihat keselamatan kecuali pada tumpukan kekayaan duniawi (h.259).
Lihat, Rahmat Abdullah menutup paragraf terakhir dengan indah. Sekali lagi, kalimat tersebut bak mutiara kata.
Dari berbagai kelebihan yang dimilikinya di dunia dakwah, seperti cakap di lisan dan kuat di tulisan, Rahmat Abdullah tetap rendah hati. Di bukunya Untukmu Kader Dakwah yang diterbitkan Pustaka Da’watuna, sang ulama menulis di Kata Pengantar: “Kumpulan tulisan ini lebih merupakan ekspresi kesungguhan seorang redaktur, yang penaka jauhari, tak jemu-jemunya menggosokkan batu sampai keluar sinarnya. Penulis bukan batu istimewa, mungkin hanya batu jalanan yang menjadi ‘licin’ karena digosok. Ia hanyalah seseorang yang tanpa sengaja menjadi bukti paling orisinal, bahwa menulis bukan ‘sekadar’ urusan bakat. Mungkin ia lebih berhubungan dengan ‘gosok-menggosok’, ditambah kemauan, usaha, kerja keras, dan harapan” (2004: vii).
Sang Motivator
Rahmat Abdullah motivator luar biasa. Perhatikan setidaknya tiga petikan buah pikirnya, berikut ini:
“Sejarah tak pernah mau mengabadikan orang-orang biasa yang perjalanannya datar tanpa tantangan,” kata Rahmat Abdullah (Untukmu Kader Dakwah, 2004: 47). “Selalulah bersama kebenaran, walaupun engkau sendirian,” pesan Rahmat Abdullah (Warisan Sang Murabbi, 2008: 170). “Kita harus berkuasa, namun tanpa kekuasaan tidak berarti harus diam,” nasihat Rahmat Abdullah (Warisan Sang Murabbi, 2008: 146).
Seperti apa sekilas riwayat hidup sang motivator? Siapa yang, setidaknya sebagian, memanggilnya sebagai Syaikhut Tarbiyah?
Rahmat Abdullah lahir di Jakarta pada 03/07/1953. Pada usia 11 tahun, Rahmat Abdullah hidup tanpa asuhan sang ayah, karena saat itu dia yatim. Sang ayah hanya mewariskan usaha percetakan – sablon, yang lalu dia kelola bersama kakak dan adiknya (www.bio.or.id).
Walau harus bekerja keras, ia tetap bersemangat meraih pendidikan yang lebih tinggi. Awalnya, dia masuk Sekolah Dasar Negeri. Kala itu, Rahmat Abdullah tiap pagi belajar membaca Al-Qur’an, baca-tulis Arab, kajian akidah, akhlak dan fikih dengan metode baca kitab berbahasa Arab, menukil terjemah dan syarah dari Sang Ustadz. Siang harinya, belajar di Sekolah Dasar.
Setelah diselingi sejumlah pengalaman, Rahmat Abdullah melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Assyafi’iyah Jakarta. Di Madrasah ini dia belajar ushul fiqh, musthalah hadits, psikologi dan ilmu pendidikan. Kecuali itu, dia tetap belajar ilmu nahwu, sharf dan balaghah.
Model pembelajaran yang paling dia sukai adalah talaqqi, berguru lewat bimbingan langsung dari ulama. Di antara guru yang banyak memberikan inspirasi bagi Rahmat muda adalah KH Abdullah Syafi’i. Rahmat mampu mengasah dirinya hingga bisa menjadi murid terbaik sekaligus kesayangan dari KH Abdullah Syafi’i.
Siapa KH Abdullah Syafi’i? Dia Ulama Besar. Lisan dan tulisannya, bagus dalam berdakwah. Di aspek lisan, dia singa podium. Di sisi tulisan, dia punya sejumlah karya tulis. Di masanya, dia aktif di politik lewat Partai Masyumi. Dia, yang pendiri Perguruan Asy-Syafi’iyah Jakarta, pernah menjadi Ketua Umum MUI Jakarta.
Baca sambungan di halaman 3: Ahli Ilmu
Discussion about this post