PWMU.CO – Empat pilar membangun budaya mutu guru Muhammadiyah disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg dalam Pembinaan Guru dan Pegawai SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro, Ahad (31/12/2023).
Acara pembinaan guru dan karyawan bertempat di Kampus 1 SD Mudabo, sebutan populer sekolah terbaik di Bojonegoro ini.
Prof Biyanto menjelaskan, saat ini ada tiga kata yang paling sering dibicarakan, yaitu revolusi industri 4.0, era society 5.0, dan disruptif.
”Revolusi industri 4.0 ditandai dengan kompleksitas persoalan dan meluasnya penggunaan media sosial,” jelas huru besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Sementara era society 5.0, sambung dia, ditandai dengan pengintegrasian teknologi canggih seperti artificial intelligence, internet of things, teknologi robot dengan keahlian dan daya inovasi manusia.
Sekarang kita memasuki era society 5.0. Pada tahun 2025, diperkirakan sebanyak 35 persen pekerjaan akan hilang digantikan robot.
”Lalu profesi guru di masa depan bisa saja menjadi profesi yang tidak menjanjikan. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana tenaga pendidik menjawab trend tersebut? ” tanyanya.
Dia menegaskan, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) berkaitan dengan profesionalitas guru. Guru diharapkan bisa bekerja secara profesional dan ikhlas.
Dalam mendidik generasi penerus bangsa, profesi ini harus mendidik dengan sepenuh hati.
”Seorang guru juga harus berpenampilan menarik, ini akan membuat siswa yang kita ajar merasa senang akan kehadiran kita,” tambahnya.
Membangun budaya mutu juga menjadi hal yang penting bagi meningkatkan manajemen. Ada empat pilar membangun budaya mutu guru Muhammadiyah seperti di SD Mudabo.
Pertama, fokus terhadap pelanggan. Kedua, membangun ekspektasi yang tinggi terhadap instansi. Ketiga, involvement. Keempat, rajin evaluasi dan meminta feedback.
Tak hanya sampai di situ, sambung dia, berkarakter melayani juga dapat meningkatkan manajemen. Dalam hal ini melayani dengan dengan sepenuh hati dan tidak membeda-bedakan dalam melayani.
”Meskipun ada yang belum membayar SPP, kita tidak boleh membeda-bedakan dalam melayani para siswa,” tandas Prof Bi. ”Semua dilayani dengan baik.”
Penulis Dini Faizatunni’am Editor Sugeng Purwanto