Muhammadiyah-NU Bersatu di Pilpers 2024? Oleh Dhimam Abror Djuraid, wartawan senior
PWMU.CO – Muhammadiyah-NU Bersatu Tak Bisa Dikalahkan. Narasi itu muncul di media sosial menggambarkan ‘’persatuan’’ dua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu dalam momen Pilpres 2024. Tentu koalisi itu sifatnya informal, karena dua organisasi itu tidak mungkin terlibat dalam politik praktis.
Itulah uniknya pilpres kali ini. Sepanjang sejarah Indonesia modern, yang namanya pemilu selalu punya potensi untuk memunculkan polarisasi, terutama di kalangan Islam. Tetapi, kali ini pemilu dianggap menjadi momentum untuk menyatukan Islam politik untuk mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Pasangan ini dianggap sebagai representasi dari Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama). Meskipun Anies tidak secara resmi mewakili Muhammadiyah, tetapi secara kultural dia dianggap sebagai representasi Islam modernis yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sudah tidak diragukan lagi darah NU-nya. Nasabnya menyambung sampai ke KH Bishri Syansuri yang berperan besar dalam pendirian NU. Faktor dzurriyah ini menjadi kekuatan Imin dalam meraup dukungan dari kalangan Nahdliyyin.
Muhammadiyah dan NU sudah jelas dan tegas tidak terlibat politik praktis. Muhammadiyah menjaga jarak aman dengan politik praktis termasuk dengan tiga pasangan calon. Kendati demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa warga Muhammadiyyin sebagia besar cenderung memilih pasangan Amin, terutama karena faktor Anies Baswedan.
Muhammadiyah membiarkan saja pembentukan ‘’Garda Matahari’’ oleh Buya Anwar, salah satu Ketua PP Muhammadiyah. Sayap organisasi non-formal ini mempunyai cabang di seluruh Indonesia dan umumnya dipimpin oleh para aktivis Muhammadiyah.
Secara tradisional warga Muhammadiyah menyalurkan aspirasi politiknya melalui PAN (Partai Amanat Nasional). Tetapi kali ini terjadi anomali karena PAN secara resmi mendukung Prabowo-Gibran, sementara akar rumput PAN lebih cenderung memilih Anies. Anomali ini akan memengaruhi perolehan kursi PAN di DPR RI yang diperkirakan akan tergerus. PAN mengantisipasi hal ini dengan melakukan flexing dengan kekuatan finansialnya yang terlihat menonjol.
NU juga tegas menolak politik praktis. Sejak dipimpin oleh KH Yahya Cholil Staquf NU sudah menegaskan tidak akan ikut campur dalam Pilpres 2024. Tapi kenyataannya tidak demikian. Dibanding dengan Muhammadiyah yang relatif anteng, dinamika politik di tubuh NU terasa lebih hangat cenderung panas.
Para petinggi NU tidak bisa menyembunyikan kecenderungannya untuk mendukung Prabowo-Gibran. Dalam berbagai kesempatan indikasi dukungan itu dipamerkan oleh beberapa petinggi NU. Hal ini bertolak belakang dengan manuver beberapa kiai NU yang secara terang-terangan maupun gelap-gelapan mendukung Anies-Muhaimin.
Baca sambungan d halaman 2: Dinamika Internal NU