Dukung Caleg Progresif
Norma berpendapat, idealnya partai politik itu berbasiskan pada ideologi, dan karenanya juga menyasar kelompok sosial yang terwakili dengan ideologi mereka. Ideologi partai politik bukan hanya disampaikan dalam platform, melainkan juga tercermin dalam pilihan portofolio Kementerian. Misal, partai nasionalis akan mengincar menteri pertahanan, menteri dalam negeri, menteri hukum, dan sejenisnya. Partai kapitalis akan memilih dan menyasar menteri luar negeri, menteri ekonomi, dan sejenisnya (catatan: di sinilah posisi Masyumi pada era Orde Lama, karena Masyumi adalah partai kapitalis).
Fakta yang tidak banyak diketahui para pendukung partai Islam yang sekarang cenderung lebih sosialis. Karena pengurus Masyumi dahulu adalah orang-orang kaya pemilik tuan tanah keturunan para bangsawan, sementara penggerak partai Islam saat ini adalah orang-orang kelas menengah mantan aktivis sosial yang bukan orang kaya). Lalu partai sosialis akan mengincar menteri sosial, menteri perumahan, menteri pekerjaan umum, dan yang sejenis. Partai sosialis demokrat, termasuk partai agama akan memilih menteri agama, menteri pendidikan, menteri sosial, dan yang sejenis.
Norma mengatakan cukup menarik membaca sikap PP Muhammadiyah yang direpresentasikan oleh LHKP, yaitu program satu dapil satu caleg untuk Muhammadiyah. Artinya PP sudah tidak percaya lagi pada platform partai politik karena melihat semua partai tidak ada yang memiliki komitmen ideologis. LHKP mempersilakan warga Muhammadiyah untuk masuk ke partai apa saja yang memungkinkan mereka untuk memiliki akses pada kekuasaan.
“Dari sikap ini bisa dibaca bahwa Muhammadiyah secara kelembagaan sudah masuk kelas elite, sikapnya sudah pragmatis siapa pun yang bisa menjaga keutuhan kepentingan Muhammadiyah akan dibela. Tentu ini akan punya risiko karena fakta di lapangan masih sangat banyak warga Muhammadiyah yang secara ekonomi kelas bawah dan memilih partai politik secara emosional atau ideologis,” ungkapnya.
Norma berpendapat, untuk bisa menjadi pemilih rasional, seseorang perlu bekerja keras supaya bisa masuk ekonomi kelas menengah. Fakta bahwa politik kita semua adalah partai-partai maka pendekatan ideal Muhammadiyah adalah pendekatan kepada individual caleg, bukan lagi label partai. Muhammadiyah perlu punya data tentang caleg-caleg dan profil mereka, lalu mendorong mereka supaya bisa masuk Senayan (Gedung MPR/DPR), apapun latar belakang partainya.
“Idealnya Muhammadiyah memiliki data tentang warganya sendiri, seperti berapa yang masih kategori miskin, berapa yang sudah masuk kelas menengah, dan berapa yang sudah menjadi kelas atas, yaitu yang memiliki akses pada kekuasaan baik politik ekonomi maupun sosial. Di situlah kemudian Muhammadiyah perlu membuat agregat ketika mendorong kepentingan politiknya melalui proses pemilu harus seimbang dalam mewakili masing-masing kepentingan kelompoknya sendiri,” kata dia. (*)
Penulis Miftahul Ilmi Editor Mohammad Nurfatoni