PWMU.CO – Ketua Umum PP Muhammadiyah Pak AR pernah ditolak masuk arena muktamar. Pak AR, nama populier KH Abdul Rozak Fachruddin adalah Ketua (Umum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 1968-1990)
Kisahnya terdapat dalam buku Nur Cholis Huda Rumput Hijau di Muhammadiyah. Buku ini dalam proses penerbitan. Pemesanan bisa mengubungi kontak person yang tertulis di bawah artikel ini.
Berikut kisahnya yang terdapat dalam salah satu bagian buku yang sarat inspirasi itu.
Muktamar Ke-40 Muhammadiyah diselenggarakan di Surabaya, 24-30 Juni 1978. Pembukaan dilakukan di Stadion Sepakbola Tambaksari.
Nur Cholis Huda masa itu sudah sering menulis di surat kabar. Ia Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Tambaksari. Kuliah di FIAD, perguruan tingginya Muhammadiyah. Kenal dan sering ketemu Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur karena kantornya berada di satu tempat dengan kampus FIAD di Jalan Kapasan.
Meskipun sebagai guru yang pegawai negeri, di luaran ia lebih dikenal sebagai penulis-wartawan dan aktivis Muhammadiyah. Ditambah lagi, hampir 10 tahun, sejak masuk SPG 1 tahun 1969, sudah tinggal di daerah Tambaksari. Sangat mengenal sekitar wilayah ini. Ia masuk dalam kepanitiaan muktamar.
Jabatannya dalam kepanitiaan sebagai Koordinator Seksi Pensido (Penerangan, Publikasi dan Dokumentasi). Pensido bertugas menata arus informasi, baik ke dalam maupun keluar.
Dalam tim Pensido juga ada Zainal Arifin Emka, yang sudah jadi wartawan sejak tahun 1972. Tahun 1978 Zainal wartawan Surabaya Post. Nur Cholis sudah mengenalnya. Berkali ketemu dalam pengajian Madjid Iljas, pendiri Perguruan Dorowati, Surabaya. Sekolah tempat Nur Cholis mengaja kali pertama.
Selama muktamar berlangsung, Zainal menerbitkan buletin setiap hari. Dicetak dengan mesin stensil portable yang diputar dengan tangan. Isinya antara lain serba-serbi dan berita ringan seputar muktamar. Berita-berita besar tentu ada, seperti keputusan-keputusan hasil sidang atau agenda muktamar.
Berita ringan dan serba serbi muktamar unik dan sangat ditunggu peserta. Salah satu berita serba-serbi itu adalah kejadian saat KH AR Fachrudin—biasa disebut Pak AR—tidak masuk ke area khusus peserta muktamar di Gedung Wanita Kalibokor. Gara-gara tidak membawa tanda pengenal. Pembukaan muktamar memang diselenggarakan di Stadion Tambaksari, tapi sidang-sidangnya diadakan di Gedung Wanita.
Penjaga di pintu tidak mengizinkan lelaki berbadan gemuk masuk karena tidak membawa tanda pengenal.
“Oh, nggak boleh masuk, ya?” tanyanya.
“Nggak bisa, Pak. Harus bawa tanda pengenal yang dari panitia,” jawab yang jaga.
“Kalau begitu minta tolong sampaikan ke Herman, ditunggu Pak AR di luar,” katanya. Herman adalah Panitia Pelaksana Muktamar. Semua petugas mengenalnya.
Tidak lama kemudian Herman datang dan menemuinya di luar pintu masuk ditemani petugas.
“Ada apa, Pak AR?” tanya Herman dengan agak heran.
“Iki lho, saya nggak boleh masuk. Tanda pengenal saya nggak kebawa. Ketinggalan di kamar,” kata Pak AR dalam bahasa Jawa.
“Kamu ini bagaimana sih. Ini Pak AR Fachrudin Ketua (Umum) PP Muhammadiyah mosok nggak boleh masuk hanya karena nggak bawa tanda pengenal,” Herman nyemprot petugas pintu masuk.
“Sudah-sudah! Dia yang bener. Yang salah saya, nggak bawa tanda pengenal. Kan aturannya seperti itu,” kata Pak AR. Akhirnya Pak AR bisa masuk karena dijemput panitia pelaksana.Berita-berita ringan dalam buletin yang seperti itu menarik buat pembaca, karena ada unsur jenakanya. (*)
Penulis Amar Faishal Editor Mohammad Nurfatoni
Untuk pemesanan buku Nur Cholis Huda Rumput Hijau di Muhammadiyah ini bisa menghubungi Harijaya (0878-5331-7612) atau Kuntari (0857-4893-2540) sebelum tanggal 29 Februari 2024.