Bila sang Gadis Dipinang Seseorang; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه ابن ماجه
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai ahlak dan agamanya, maka nikahkanlah (dengan anakmu). Jika tidak kalian lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang banyak di muka bumi.” (HR Ibnu Majah)
Kriteria Pelamar atau Peminang
Di antara ketentuan sebelum terjadi akad nikah adalah proses khitbah atau meminang. Hal ini dalam rangka memastikan bahwa si anak benar-benar belum ada yang melamar atau akan menikahinya. Di samping itu dalam rangka memastikan pula bahwa si gadis berkenan menerimanya. Dalam persoalan ini orang tua atau wali gadis memiliki keleluasaan dalam rangka menerima atau menolak, akan tetapi sudah seharusnya tetap meminta pertimbangan kepadanya.
Hadits di atas menjelaskan bahwa kriteria si peminang adalah mereka yang baik akhlak dan agamanya. Akhlak merupakan sesuatu yang lahir dalam pribadi yang terikat dengan keimanannya kepada Allah. Sadar bahwa ia akan selalu bertanggung jawab dalam semua sisi kehidupannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasa tanggung jawab ini begitu besar sehingga ia tidak akan gegabah melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan keimanannya itu.
Sehingga orang pemuda yang beriman tidak hanya akan merasa bertanggung jawab kepada mertua atau ayah dan ibu dari si gadis, akan tetapi lebih dari itu adalah rasa tanggung jawabnya kepada Allah. Maka sejak awal ia akan memperlakukannya sesuai ajaran agamanya, tidak akan mengajak atau menjerumuskan diri dan calon istrinya ke dalam jurang kenistaan.
Berpacaran misalnya sebelum terjadi akad nikah, karena pergaulan ini sangat rentan untuk menyeretnya kepada perbuatan nista. Laki-laki dan perempuan dalam Islam di atur sedemikian rupa, agar tidak ada interaksi secara bebas, atau peluang untuk dapat bertemu berduaan.
Dalam rangka menolak pinangan dari seseorang jangan sampai karena pertimbangan utamanya adalah masalah harta. Karena hal ini belum tentu akan menjadikan keluarga menjadi sakinah. Apalagi jika kemudian ternyata harta itu berasal dari yang tidak halal atau juga mutasyabih atau abu-abu. Sebagaimana hal ini ditegaskan dalam riwayat yang lain sebagai berikut.
عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ قَالَ إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَأَبُو حَاتِمٍ الْمُزَنِيُّ لَهُ صُحْبَةٌ وَلَا نَعْرِفُ لَهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ هَذَا الْحَدِيثِ. رواه الترمذي
Dari Abu Hatim Al Muzani berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan.” Para sahabat bertanya, “Meskipun dia tidak kaya.” Beliau bersabda, “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia.” Beliau mengatakannya tiga kali. Abu Isa berkata, “Ini merupakan hadits gharib. Abu Hatim Al Muzani adalah seorang sahabat, namun tidak kami ketahui dia meriwayatkan hadits dari Nabi ﷺ selain hadits ini.” HR Tirmidzi
Di antara pintu rezeki itu adalah menikah. Dan oleh karena itu hadits di atas menjelaskan bahwa jika ada pemuda shaleh yang melamar kemudian di tolak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi. Hal ini menunjukkan keseriusannya bahwa kesalehan merupakan hal yang paling penting dalam pertimbangan menerimanya. Sekaligus menunjukkan bukan semata karena faktor kementerengannya karena kekayaannya hartanya.
Seringkali orang tua mengkhawatirkan masa depan anaknya hanya gara-gara pemuda yang meminang anaknya miskin atau tidak berpunya. Pandangan ini tidak salah, akan tetapi kemudian menjadikan ia sendiri kesulitan menentukan sesuai harapannya itu. Allah yang akan menjadikan mereka mampu dan kaya, dan Allah Yang Mahakaya.
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (an-Nur: 32)
Kriteria Wanita yang Dipinang
Jika penjelasan di atas terkait kriteria pelamar, maka tentu akan sama dengan kriteria yang dilamar atau dipinang. Bahwa wanita yang dipinang dan hendak dinikahi adalah gadis yang memiliki kriteria yang agama dan akhlaknya baik. Sekalipun pertimbangan lainnya juga penting. Agama memberikan panduan terutama kriteria yang harus diutamakan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال :تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Persoalan jodoh memang seringkali sesuai kepantasan masing-masing, atau dalam istilahnya sekufu. Orang sering menyebutnya dengan bibit, bobot, dan bebet-nya, bibit berarti keturunannya, bobot berarti status sosialnya atau pendidikannya dan bebet adalah ekonominya. Tiga hal ini tidak mengkriteriakan agamanya, padahal agama lebih penting dari hal itu. Al Quran menegaskan akan hal ini sebagai dalam surah an-Nur ayat 26.
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.
Tugas dan tanggung jawab menikahkan atau mencarikan jodoh bagi seorang gadis adalah walinya. Maka tidak salah kemudian seorang wali berikhitiar agar dapat segera menikahkan putrinya dengan laki-laki yang saleh. Sebagaimana hal ini juga dilakukan oleh Baginda Nabi yang menikahkan putrinya dengan Ustman bin Affan dan juga yang lain kepada Ali bin Abi Thalib, demikian Abu Bakar dan Umar bin Khaththab menikahkan putri beliau kepada baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni