Infak Paling Utama Diberikan ke Siapa? Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ. رواه مسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Dinar (harta) yang engkau belanjakan di jalan Allah, dinar yang engkau berikan kepada seorang budak wanita, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin serta dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (HR Muslim)
Membelanjakan Harta
Membelanjakan harta yang paling utama adalah kepada keluarga kecil atau keluarga inti yaitu istri dan anak-anaknya atau kepada orang-orang yang dalam tanggungannya. Membelanjakan harta atau menafkahi keluarga ini adalah tanggung jawab seorang bapak atau ayah. Inilah pembagian tugas yang telah ditentukan dalam syariat ini. Sedangkan tugas seorang istri adalah sebagai ibu rumah tangga bagi suatu keluarga.
Seorang istri harus selalu mencari ridha suaminya seratus persen, begitulah isyarat pesan nabi kepada para istri. Kekuasaan seorang suami dalam rumah tangga seolah mutlak, sehingga selama dalam keadaan kebenaran dan ketaatan kepada Allah, seberat apa pun seorang istri harus taat kepada suami. Di sinilah pengorbanan seorang istri itu yang kelihatan ringan dan bias-biasanya saja, tetapi sangat berat dijalaninya. Walaupun demikian dengan perasaan mawaddah wa rahmah yang dimilikinya, maka keluarga akan selalu harmonis atau sakinah.
Di samping itu seorang istri sekaligus menjadi ibu dari anak-anaknya. Dengan berbagai kondisi seorang ibu harus merawat anak-anaknya mulai dari saat di kandungan sampai si anak beranjak usia balita dan seterusnya.
Tugas ini tidak dapat dikatakan ringan akan tetapi juga tidak perlu dianggap berat. Karena tugas ini adalah sesuai dengan fitrah sebagai seorang perempuan. Maka pasti Allah telah memberikan kemampuan kepada kaum perempuan untuk melahirkan dan menjadikan generasi mereka adalah generasi yang selalu teguh dalam ketaatan kepada Allah.
Dengan demikian sudah sepantasnya jika seorang suami mendapatkan anugerah Allah yang diutamakan adalah keluarganya terlebih dahulu. Sudah seharusnya seorang suami mendukung aktivitas istri yaitu dengan cara menjadi bagian terpenting yang dapat membahagiakan keluarganya, terkhusus kepada istrinya. Masing-masing saling mendukung dan melengkapi kekurangan pada kedua belah pihak.
Hadits di atas memberikan dorongan akan hal itu, agar mahligai rumah tangga akan berjalan secara harmonis dan berkesinambungan. Allah memberikan rezeki kepada siapa saja sesuai takaran masing-masing. Bahkan Allah memberikan rezeki kepada siapa pun yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya tanpa perhitungan.
Rezeki pasti diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya dengan cara Allah. Sehingga soal rezeki bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan. Terpenting jalani perintah Allah dengan sebaik-baiknya dan jalankan usaha sebagai pintu rezeki, lewat pintu itulah di antaranya Allah memberikan jatah rezeki kepada hamba-Nya.
ٱللَّهُ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ وَفَرِحُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا مَتَٰعٞ
Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (ar-Ra’d: 26)
Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan panduan urutan dalam membelanjakan harta ini kepada hamba-Nya. Setelah pada keluarga inti sebagaimana dalam hadits di atas, urutan berikutnya adalah kepada kedua orang tua, hal ini sebagai tanggungan kewajiban sebagai seorang anak untuk memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya yang masih hidup.
Kemudian kepada kaum kerabat yakni saudara kandung, pakde/bude, paman/bibi dan seterusnya. Jangan sampai seseorang tidak mengetahui keadaan saudara kerabatnya sampai mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Di samping hal ini dalam rangka agar jalinan silaturrahmi tidak terputus. Berikutnya kepada anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil.
يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلۡ مَآ أَنفَقۡتُم مِّنۡ خَيۡرٖ فَلِلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (al-Baqarah: 215)
Bagi orang kafir, rezeki adalah urusan mereka sendiri. Sehingga bagi mereka tidak lagi peduli dari mana ia mendapatkannya. Filosofi orang kafir dalam mendapatkan rezeki sering kali tidak peduli dari jalan halal atau haram. Bagi mereka yang penting dapat dan sebanyak-banyaknya. Sedangkan bagi seorang muslim bukan sekedar banyaknya, akan tetapi yang lebih penting adalah seberkah-berkahnya.
Dalam hal membelanjakan harta ini juga jangan sampai bersikap boros dan sia-sia (israf wa tabdzir), sekalipun untuk keluarga, akan tetapi secukupnya dan sederhana saja. Setiap kali membelanjakan harta untuk keluarga ini haruslah ikhlas karena Allah dan semoga mendapat pahala yang berlipat dan diberkahi dengan diganti yang cukup bahkan lebih.
Hisabnya Harta
Harta adalah anugerah, ia dapat mencelakakan pemiliknya dan juga sebaliknya. Persoalan harta bagi seorang muslim akan ditanya dari mana harta didapatkan dan ke mana dibelanjakannya. Jadi yang ditanyakan adalah input dan output-nya. Berbeda dengan ibadah selain zakat, infak, dan sedekah, yang diperhatikan adalah output-nya saja yakni seberapa kuantitas dan kualitasnya.
عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ٱللَّهُ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقۡدِرُۚ وَفَرِحُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا مَتَٰعٞ
Dari Abu Barzah Al-Aslami berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan.” Dia berkata, Hadits ini hasan shahih. (HR Tirmidzi)
Maka seorang mukmin tidak perlu terjebak pada perlombaan bermegah-megahan kehidupan dunia, atau dalam istilah lain jangan sampai terjebak pada kebanggaan atas anugerah dunianya, karena jika demikian seolah apa yang ia miliki itu adalah karena kehebatan dan kekuatan dirinya untuk mendapatkannya, maka jika demikian apa bedanya persepsi mereka dengan orang-orang kafir?
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. (at-Takatsur: 1-2)
Wallahu a’lam bishshawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni