Semifinal Lawan Uzbekistan, Timnas U-23 Indonesia Berstatus ‘Fakir’, Kolom oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Kartu merah pemain Korea Selatan Lee Young Jun pada menit ke-68 dalam pertandingan perempatan final Piala Aisa U-23 2024 antara Indonesia dengan Korea Selatan, sah setelah wasit Shaun Evans menganalisis pelanggaran yang dilakukan Lee pada Justin Hubner.
Pelanggaran yang dinilai berbahaya karena dari tayangan VAR disebutkan Lee menginjak tulang kering Justin Hubner. Korban pelanggaran yakni Justin Hubner juga tidak sedang diving atau acting agar dibela wasit.
Setelah Korea Selatan bermain dengan 10 pemain, pertandingan selanjutnya tidak menjadi mudah bagi Indonesia. Sebagai tim yang sangat ‘fakir’ dibandingkan Korea Selatan, Timnas U-23 Indonesia sangat terbantu oleh kepemimpinan wasit Shaun Evans yang fair.
Sebagai fans berat Timnas U-23 Indonesia, penulis sempat khawatir dengan netralitas wasit Shaun Evans karena berstatus sebagai warga negara Australia.
Pada pertandingan fase grup, Timna U-23 Australia kalah 0-1 dari Indonesia, hal tersebut bisa menjadi alasan ‘sakit hati’ Shaun Evans pada Indonesia.
Nyatanya wasit Shaun Evans sangat brillian menjalankan tugas sebagai penegak keadilan dalam pertandingan superketat, bahkan paling ketat dalam sejarah sepakbola Asia dan dunia. Skor adu penalti 11-10 dan 2-2 di pertandingan normal sampai perpanjangan waktu barangkali baru sekali terjadi dalam sepakbola dunia.
Masih Fakir di Semifinal
Kemenangan Timnas U-23 Indonesia atas Timnas U-23 Korea Selatan membuka jalan menuju pertandingan semifinal melawan Timnas U-23 Uzbekistan. Pertandingan semifinal lainnya mempertemukan Timnas U-23 Jepang melawan Timnas U-23 Iraq.
Di antara tim-tim semifinalis timnas U-23, Indonesia kembali bisa disebut paling ‘fakir reputasi, dari gelar sampai ranking FIFA. Uzbekistan calon lawan Indonesia menempati ranking 64 FIFA, Jepang ranking 18, dan Iraq ranking 58. Sedangkan Indonesia masih berada di ranking 134. Peran coach Shin Tae-Yong tidak dipungkiri sangat besar dalam melejitkan prestasi Timnas U-23 Indonesia bersama sejumlah pemain naturalisasi.
Kehadiran pelatih asing dan pemain naturalisasi diyakini ikut meningkatkan prestasi dan motivasi para pemain local: Rizky Ridho Ramdhani, Muhammad Ferari, Ernando Ery, Pratama Arhan, Marcelino Ferdinand, dan kawan-kawan.
Bakat-bakat pemain asli Indonesia berlapis pemian-pemain naturalisasi terbukti bisa bersaing dengan pemain-pemain kelas dunia Korea Selatan dan Australia yang telah tersingkir.
Sukses memulangkan Korea Selatan, mental pemain Timnas U-23 Indonesia siap berhadapan dengan pemain-pemain kelas dunia Uzbekistan, Iraq, atau Jepang jika bertemu pada pertandingan final.
Tidak ada alasan lagi bagi publik Tanah Air dan internasional meragukan Timnas U-23 Indonesia melaju hingga final bahkan juara Piala Asia U-23 tahun 2024.
Visi Indonesia Emas di bidang sepakbola sebelumnya telah tercapai dalam SEA Games 2023 usai Timnas U-23 di bawah asuhan pelatih lokal Indra Sjafri mengalahkan Timnas U-23 Thailand di pertandingan final.
Mewujudkan visi Indonesia Emas tidak harus menunggu lama hingga tahun 2045 bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Sepakbola Indonesia sedang menatap target menuju Olimpiade Paris 2024 dan Piala Dunia Amerika-Meksiko-Kanada 2026. Target yang realistis disertai ikhtiar yang sangat konkret oleh insan-insan sepakbola di Indonesia.
Sebentar lagi kisah-kisah indah masa lalu sepakbola Indonesia yang mampu menembus Piala Dunia 1938 pada saat masih bernama Hindia Belanda akan terwujud, juga penampilan tim sepakbola Indonesia dalam Olimpiade Sydney tahun 1956.
Selama ini cabang olahraga yang mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah Olimpiade baru cabang bulutangkis dengan perolehan emas pada tahun 1992 di Barcelona, Athena 1996, Sydney 2000, Athena 2004, Beijing 2008, London 2012, Rio 2016, dan Tokyo 2020.
Timnas U-23 Indonesia melanjutkan kisah sukses Timnas U-19 angkatan Evan Dimas dan kawan-kawan asuhan coach Indra Sjafri yang juga sempat membuat fenomena tahun 2013-2014. Bakat-bakat olahraga anak-anak Indonesia terbukti mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara, Asia, bahkan tingkat dunia jika ditangani dengan baik, jujur dan benar.
Sportivitas Berbangsa
Olahraga mengajarkan sportivitas, keadilan, fair menegakkan dan menghormati peraturan-peraturan. Keberadaan wasit selaku pengadil dan penegak aturan sangat penting dalam menentukan jalannya pertandingan menjadi berkualitas.
Dalam sistem yang transparan, fair, jujur dan adil terbukti Timnas U23 Indonesia yang ‘fakir’ dan underdog mampu mengalahkan tim-tim kelas bulldog Australia dan Korea Selatan.
Insan sepakbola Indonesia telah serius mempersiapkan anak-anak Indonesia mampu bersaing di level Asia dan dunia. Sektor-sektor kehidupan lainnya seperti sosial, budaya, ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, dan lain-lain diyakini mampu bersaing di tingkat Asia bahkan dunia jika diurus secara serius seperti timnas sepakbola.
Olahraga juga sangat menjunjung tinggi etika, pencurian umur, pemain titipan, nepotisme, isu SARA dan sejenisnya sangat dihindari. Profesionalitas dan sportivitas dalam olahraga bisa diterapkan dalam bidang-bidang kehidupan berbangsa termasuk dalam bidang politik. Etika kehidupan berbangsa di Indonesia sedang mengalami ujian dalam pesta demokrasi yang baru saja usai.
Berharap dunia sepakbola bisa mengubah visi dalam mengelola kehidupan berbangsa menjadi lebih beretika, jujur, sportif, dan profesional. Visi Indonesia Emas tidak harus menunggu 2045. Barangkali bisa hadir lebih cepat di tahun 2026 atau 2030 di tangan pelatih, pemain, elit politik hebat, jujur, dan sportif setara Shin Tae-Yong, Rizky Ridho, Pratama Arhan, Ernando Ery dan kawan-kawan.
Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lebih dari permainan belaka sebagaimana permainan sepakbola yang sedang tren menguras emosi dan harapan bangsa Indonesia pada Timnas U-23. Permainan yang menjunjung etika, peraturan, adab dan kesopanan sangat nikmat dilihat meskipun berlangsung keras, sengit dan ketat.
Menjunjung tinggi aturan kesepakatan-kesepakatan dalam permainan menjadikan permainan kehidupan menjadi enak dilihat dan dijalani bersama. Si fakir dan si tajir, underdog, dan bulldogsama-sama memiliki kesempatan merebut posisi puncak tanpa perlu rekayasa dan memanipulasi aturan-aturan.
Hakikat Darul Ahdi wa Syahadah telah dijalankan oleh segenap insan sepakbola dalam Timnas U-23 Indonesia. Semoga spirit-nya menular ke seluruh bidang dan sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara. Wallahu’alambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni