PWMU.CO – Kemenangan terbesar mendidik generasi pemenang adalah bukan hanya anak ini sukses di dunia. Tapi bagaimana ketika jasad ini sudah tidak ada di sini, anak kita ingat mendoakan kita. Itu kemenangan sejati.
Demikian pesan Psikolog Intan Erlita MPsi di Parenting Milad Ke-29 SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik, Sabtu (27/4/2024).
Terkait tema ‘Mendidik dengan Keteladanan dan Cinta Bergandeng bersama Membersamai Generasi Pemenang Masa Depan’, Intan berpendapat, “Masyaallah nih judulnya benar-benar powerful karena goal (tujuan) akhirnya mencetak pemenang masa depan. Ini enggak main-main ini goalnya!”
Psikolog berdomisili di Jakarta ini mengumpamakan seperti halnya masak. “Bagaimana kita mengolah anak kita masa sekarang itu kan berjuangnya bukan di saat ini. The real fighternya anak kita tuh 10-20 tahun mendatang, Ayah Bunda,” ungkapnya.
Intan lantas mengungkap pertanyaan yang cukup memukul, “Apakah kita masih ada buat mereka masa itu? Kalau ada pun kita sudah tua. Kira-kira anak kita menjadi generasi fighter atau generasi yang terinjak?”
Ibu dari empat anak itu menyadari, kecemasan terhadap masa depan anak kiranya para orangtua rasakan. Maka ia menguatkan, “Kita dikasih akal sama Allah ya tentunya ketakutan itu bukan menjadikan kita over protective yang nggak jelas. Justru kita mengantisipasi apa yang kita bisa berikan buat anak, bisa menjadi generasi pemenang di masa depan.”
Lulusan Magister Program Profesi Psikologi Universitas Persada Indonesia Yayasan Administrasi Indonesia ini pun mengapresiasi Mugeb School yang benar-benar fokus mencetak generasi pemenang masa depan. “Menurut saya ini titik gerak yang yang memang harus menjadi kesadaran,” ujarnya di hadapan lebih dari 300 peserta yang telah memenuhi Ballroom Hotel Khas Gresik itu.
Sebagai wanita yang sukses mendirikan perusahaan, bahkan salah satu cabangnya ada di Surabaya, Intan bersyukur dengan cara Allah menjatuhkannya ke bawah. Kini akhirnya ia tetap bekerja sebagai alpha woman namun menerapkan aturan waktu bekerja tidak mengganggu waktunya sebagai ibu.
“Jadi artinya saya tetap bekerja tapi saya lebih membatasi yang saya inginkan. Sehebat-hebatnya perempuan, bahasa sekarang alpha woman, wanita mandiri, emansipasi Wanita, Bu kodratnya kita di belakang suami. Jangan langsung menyalahkan,” pesannya kepada peserta yang mayoritas ibu-ibu.
Ia teringat banyak ibu-ibu yang datang cerita kepadanya, anaknya tidak mau bicara sama orang tuanya. “Yang dijadikan fokus subjeknya tuh anaknya. Mbak Intan, gimana ya, anak saya tuh nggak mau banget ngomong sama saya. Nganggap saya tuh musuh banget. Ngomong aja nggak mau,” kenangnya.
Mendengar cerita seperti ini, Intan mengingatkan, sikap anak itu hasil pola asuh. “Karena anak lahir ke dunia itu nggak ada yang lahir langsung dikasih karakter membangkang orang tua. Semua anak itu putih dengan potensi yang Allah berikan,” tutur peraih sertifikasi praktisi neurosains MyBrain UK ini.
Wanita yang telah mengantongi sertifikasi coach International Coach Federation dan International Coach Agile Amerika itu menegaskan, sudah jelas dari bahasa Psikologi, setiap anak yang lahir ke dunia punya potensinya masing-masing yang diikat oleh neuron-neuron yang ada di sains.
“Jadi korelasi ilmu pengetahuan dengan korelasi ilmu agama sama. Yang menjadikan anak-anak kita menjadi melawan, enggak mau ngomong, enggak mau menatap, itu siapa? Sadari Bu, anak kita menjadi salah karena kita. Sadari Pak, anak kita salah karena bisa jadi kita yang salah,” ungkapnya.
“Akhirnya saya bilang ini hal yang salah. Saya belajar makanya saya mengapresiasi Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang hari ini hadir datang ke parenting karena menjadi orang tua tuh gak ada sekolahnya, tapi ujiannya setiap hari banget,” imbuh Founder Titik Putih itu.
Pertanyaannya, kata Intan, apakah habit (kebiasaan) mendoakan dicontohkan orangtua? Misal, orangtua memberitahu kepada anak, “Nak, kalau Ayah Bunda sudah enggak ada, salah satu yang mengalir, doanya anak yang saleh.”
Intan menyadari, harapan orang Islam pada anak kebanyakan pasti berharap menjadi anak yang saleh. “Maka kalau bukan ‘saya’ yang berubah, sejatinya saya sedang menyesatkan anak. Yang kalaupun dia jadi generasi pemenang, goalnya dunia,” ujarnya.
“Manusia hidup punya jiwa dan punya fisik. Fisiknya kan sekolah. Sekolah di Mugeb School nih, Masyaallah bagus banget ya kan. Tapi apakah jiwa kita ini dididik sama orang tua kita?” tanya Intan retorik. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni