Bongkar Korupsi di Mana pun! Oleh Dr Encep Saepudin SE MSi, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto dan Anggota LPCR PWM Jateng. sang Pemulung Kata
PWMU.CO – Berwajah innocent. Busana berkelas. Beraksesoris kelas atas. Tubuhnya menebarkan aroma harum parfum ternama.
Penampilan bertolak belakang dengan kelakuannya. Dia adalah terduga maling uang rakyat alias koruptor.
Mudah saja menebak orang perlente itu diduga koruptor. Busana mewahnya tertutup dengan rompi berwarna.
Warna pakaian tahanan diatur dalam Permenhum dan HAM No. 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib LP dan RTN. Warna rompi penanda lembaga yang menanganinya, yaitu rompi pink tahanan khusus dan rompi merah tahanan umum dari kejaksaan, serta rompi orange dari KPK.
Meskipun tangan diborgol dan pengawalan ketat, wajahnya masih semringah. Tidak ada rasa malunya.
Mungkin dalam benaknya masih berpikir kalau dirinya orang penting. Kagak bisa dijamah hukum. Preettt …
Tetap terjamah hukum, tapi belum maksimal vonisnya. Sebab hukuman koruptor cuma maksimal 20 tahun. Laporan ICW tahun 2022, rata-rata masa penjara koruptor sekitar tiga tahun 4 bulan.
Kehidupan koruptor digambarkan dalam firman Allah SWT dalam al-Muddassir 14: “Dan Aku beri kelapangan (hidup) seluas-luasnya.”
Ya, kehidupan koruptor penuh gelimang kemewahan. Penjara saja bukan sesuatu yang menakutkannya.
Dalam sebuah liputan eksklusif, terpidana korupsi hidup sendiri dalam satu kamar. Bandingkan dengan terpidana lain, yang hidup bersama 400 orang dalam kamar penjara berkapasitas 80 orang. Over kapasitas!
Belum ada sejarahnya koruptor bermuka lebam. Bibir berdarah. Gaga-gara digebukin massa, sebagaimana yang dialami maling ayam. Bonus kepala dibikin gundul. Pakaian cuma memakai sempak dan kaos oblong.
Arrggghhh… Sudahlah. Kagak mungkin kejadian itu dialami koruptor.
Merupakan rahasia Allah Swt membiarkan hamba-Nya model begitu hidup mewah dalam gelimang dosa. Sebab sudah dicabut keberkahannya.
Itulah kenapa Khalifah Ali bin Abi Thalib RA begitu sedih, kecewa, serta marah atas ulah sejumlah sahabat yang terperangkap perbuatan korupsi saat menjabat. Mereka mengetahui bahaya dan sanksi korupsi dunia dan akhirat, tapi masih melakukannya juga.
Tiga Macam Fraud
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengelompokkan fraud dalam tiga jenis, yaitu: korupsi (corruption), penyimpangan atas aset (asset misappropriation), dan kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial reporting). Dampak korupsi sangat mengerikan dan menghancurkan.
KPK telah menangani 1.351 kasus tindak pidana korupsi sepanjang 2004 hingga 2022. Indonesia masih menjadi negara yang perlu tegas dalam memberantas korupsi karena masih peringkat ke-65 dari 180 negara terbersih dari perilaku korupsi berdasarkan CPI 2023.
Fraud identik dengan limpahan dan aliran uang. Yang bisa menelusuri aliran uang korupsi adalah PPATK.
PPATK telah menyampaikan Hasil Analisis (HA) kepada Penyidik sebanyak 810 HA dengan 289 HA Proaktif dan 521 HA Inquiry selama tahun 2023. Dugaan tindak pidana yang paling dominan adalah Tindak Pidana Korupsi (222 HA/30,3 persen) serta 24 Hasil Pemeriksaan (selanjutnya disebut HP).
Pengguna data HA PPATK adalah Polri, Kejaksaan, KPK, Ditjen Pajak, Ditjen BC, BNN, BPOM, Satgas Penanganan, kementerian lainnya.
Fraud, dalam instansi pemerintah dan swasta, berdampak sistemik bagi kehidupan berbangsa. Tidak ada toleransi atas aksi fraud tersebut.
Sebab fraud menurunkan kualitas kemanusiaan. Melahirkan kemiskinan baru dan permanen. Mengurangi kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana. Melesatkan biaya tinggi produk barang dan jasa.
Politik biaya tinggi menyulitkan pemberantasan korupsi. Biaya tinggi menciptakan ekosistem yang sistemik.
Aliran uang pun kagak jelas ujung pangkalnya karena jalannya makin licin dan licik. Dibutuhkan kejelian, ketekunan, ketegasan, dan keberanian untuk membongkar aneka jenis fraud.
Ini tugas kita bersama! Bongkar fraud di mana pun. (*)
Tulisan-tulisan sang Pemulung Kata bisa dibaca di sini
Editor Mohammad Nurfatoni