PWMU.CO – Kunjungi Al-Ishlah, salah seorang wanita paruh baya tiba-tiba menangis saat memasuki Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur, Jumat (10/5/2005).
Wanita itu adalah Etty Sunanti SThI MPsi, yang merupakan salah satu rombongan MPKS (Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial) PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) Surabaya.
Dia tiba-tiba menangis saat mengungkapkan pengalamannya, yang baru pertama kali melihat Ponpes Al-Ishlah Sendangagung dan menyimak berbagai hal tentang Al-Ishlah langsung dari pendiri dan pengasuhnya yakni Drs KH Muhammad Dawam Saleh.
Dalam sesi tanya jawab bersama kiai di acara pembukaan Studi Kunjung oleh MPKS PDM Surabaya ini, ada 3 dari 38 peserta rombongan yang berkesempatan bertanya perihal Al-Ishlah. Etty adalah salah satu yang mengungkapkan takjubnya terhadap Ponpes ini.
“Kalau dari cerita Kiai Dawam, beliau bisa mengisi tausiyah atau kuliah Shubuh selama 38 tahun. Kalau bukan orang ikhlas, ini tidak akan mungkin. That is amazing. That is wonderful,” ucapnya sambil menangis dengan suara serak paraunya.
Wanita kelahiran Kudus 2 Juni 1975 yang kini berdomisili di Kupang Krajan Kulon 4 nomer 12B Surabaya ini menuturkan, vibrasi keikhlasan dan keistikamahan Kiai Dawam, Insya Allah secara sunnatullah (fitrah) bisa membawa efek positif pada sekitarnya.
Kagumi Kesederhanaan Kiai
Saat dikonfirmasi oleh PWMU.CO, ibu 3 anak ini lalu memaparkan alasan kekagumannya kepada Pesantren Al Ishlah.
“Kalau tentang Al-Ishlah selama saya hanya mendengar saja, ada beberapa teman dari pondok sini. Atau anaknya mondok di sini, tetapi tidak ada cerita apa apa, biasa saja,” paparnya.
Dia mengaku lebih sering berkunjung ke pondok lain di kawasan Kabupaten Lamongan dan Pondok Hidayatullah yang ada di Batu. Selain itu ada di Situbondo, dan beberapa pondok tradisional, bahkan pondok yang sedikit radikal.
“Tetapi, aura yang saya rasakan, wallahu a’lam berbeda dengan di Al-Ishlah ini. Saya baru pertama kali berkunjung ke sini tetapi saya melihat fenomena kesederhanaan dan keikhlasan kiai,” tuturnya.
Menurutnya, indikator keikhlasan di antaranya adalah adanya ketenangan, dan tenang itu tidak kemrungsung atau tidak memiliki semangat menggebu).
“Saya merasakan tenang, tidak kemrungsung ada di sini. Dan itu inti dari seorang hamba dalam beribadah kepada Allah, selama hidupnya adalah memang ikhlas lillahi ta’alla,” pungkasnya. (*)
Penulis Gondo Waloyo Editor Nely Izzatul