Indahnya Skenario Allah: Suami Istri, Anak, dan Menantu Akhirnya Bisa Haji Bersama, Liputan Kontributor PWMU.CO Mustain Masdar dari Tanah Suci
PWMU.CO – Indahnya skenario Allah tampak pada keluarga Sarjo Hadi Purwa. Dia bersama istri, dua anak, dan menantunya saat ini sedang berkumpul di Tanah Suci Madinah dab Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Sarjo Hadi Purwa (73) bersama istrinya, Zumaroh Adnan (71), jamaah calon haji (JCH) asal Desa Kesambi Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan ini mendaftar pada tahun 2011. Setelah 13 tahun menunggu, pasutri dengan nomor porsi 1300596717 dan 130059728 ini akhirnya bisa berangkat tahun 2024.
Melihat kondisi lanjut usia orangtuanya, bergeraklah anak pertama Mbah Sarjo, Syaifuddin Zuhri. Dokter spesialis kandungan di RS dr Koesma Tuban ini berunding dengan adik-adiknya, termasuk Muhammad Nur Rohim (35 tahun) dan istrinya, serta Reny Indrayani (35 tahun) karena keduanya diketahui sudah mendaftar pada bulan Mei tahun 2017 dengan masa tunggu 20-25 tahun.
Mas Huri, demikian adik-adiknya memanggil kakak tertuanya itu merasa bahwa bapak dan ibunya dalam menunaikan ibadah haji perlu pendamping. Di samping usianya yang sudah 73 tahun juga punya masalah dalam ‘berjalan’. Hampir sepenuhnya dalam aktivitas beribadah membutuhkan bantuan kursi roda. Pergi dan kembali dari masjid, thawaf dan sa’i. harus didorong di atas kursi roda.
Ternyata yang dianggap punya potensi mendampingi adalah adiknya, yakni Muhammad Nur Rohim dan istrinya Reny Indrayani, anak ragil dan menantu Mbak Sarjo.
Tetapi, Mas Huri ragu, apakah adiknya bisa berangkat atau tidak. Maka PNS di Pemkab Tuban ini mengambil kesempatan atas lowongan PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) yang dirilis oleh Kemenag Kabupaten Tuban jalur Petugas Haji Daerah (PHD) yang dulu dikenal dengan istilah Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD). Petugas Haji Daerah terdiri atas petugas pelayanan umum, pembimbing ibadah, dan pelayanan kesehatan.
Alumnus FK Unair ini, lolos. Meski atas biaya sendiri, dia tetap merasa bersyukur karena, meski sebagai petugas, tetap bisa mengawasi kedua orang tuanya yang lanjut usia itu.
Takdir Allah, Kementerian Agama membuat kebijakan “program pendampingan” dengan syarat sebagai pendamping sudah terdaftar dan punya masa tunggu minimal 5 tahun.
Nur Rohim pun dengan cemas terus memantau perkembangan kuota yang lolos melalui aplikasi Haji Pintar. Akhirnya, tanggal 18 April 2024 resmi dinyatakan berangkat.
“Alhamdulillah,” itu yang diucapkan sesaat namanya tercantum sebagai JCH 2024.
“Berangkatlah bapak, ibu, saya, adik dan istrinya. Rencana semula, saya memanfaatkan kuota petugas haji daerah agar bisa berangkat dan mendampingi orang tua, ternyata sama Allah kita dikumpulkan ber ima. Masyaallah, ketetapan Allah lebih indah pada akhirnya,” demikian ia mengungkapkan.
Tidak cukup di situ, Allah juga menempatkan jamaah asal Tuban dan Lamongan dalam hotel yang sama, sehingga mudah bagi si sulung itu menjaga dan mengontrol kesehatan kedua orang tuanya.
Anak-Anak yang Shaleh-Shalehah
Pak Sarjo dengan ibu Zumaroh dikaruniai enan orang anak: 5 laki-laki dan 1 perempuan. Yang menarik dari anak-anaknya tersebut adalah pilihan profesi yang diemban di tengah masyarakat, paling tidak dua profesi yang bersentuhan langsung dengan manusia, yakni dokter dan guru.
Seperti Syaifudin Zuhri sebagai dokter, Bambang Hadi Prayitno dan Kurnia Salisatun sebagai guru di SMAN 7 dan SMKN Surabaya. Sementara anak keempat ‘mengalami ujian’ demikian si kembar M. Nur Rohim dan M. Nur Rohman. Hanya M. Rohim yang memilih kerja di perusahaan bonafid di Surabaya.
Yang juga menarik dari kedua anak dan menantunya dalam mendampingi kedua orang tuanya itu. Masyaallah, mereka anak-anak shaleh. Begitu takdzim, hormat, patuh, dan taat. Merawat sedemikian rupa, mengawal dan memandikan, menganti bajunya, termasuk menyuapi ketika bapaknya nafsu makanya turun.
Mungkin inilah yang disebut sebagai keluarga sakinah, keluarga yang penuh kedamaian dan keluarga yang islami. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni