Saat Bani Yasin Bertemu di Tanah Suci, Liputan Kontributor PWMU.CO Mustain Masdar dari Tanah Suci
PWMU.CO – Rabu (22/5/24) dua putra Mbah Yasin, Muhammad Thoyibah (65) dan Muhammad Amin (63), kadarullah bertemu di Tanah Cuci, tanah tempat manusia agung, Muhammad, Rasulullah SAW dilahirkan.
Keduanya, dipanggil oleh Allah sebagai tamu-tamu-Nya, mengunjungi Baitullah, melaksanakan ibadah haji tahun 2024 ini, yang keduanya berangkat dari dua tempat terpisah yang saling berkejauhan.
Muhammad Thoyibah bersama istri dan dua anaknya berangkat dari Padang Sumatera Barat, sementara Muhammad Amin dengan istrinya berangkat dari Lamongan Jawa Timur.
Sosok Mbah Yasin
Muhammad Yasin (alm) merupakan tokoh awal berdirinya Muhammadiyah di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Dia bersama tiga generasi seangkatannya merupakan tokoh dan penggerak hadirnya gerakan Islam berkemajuan, yakni Muhammadiyah. Persyarikatan ini eksis dan terus berkembang hingga saat ini. Tercatat Muhammadiyah Ranting Sekaran sudah 9 kali melaksanakan Musyawarah Ranting.
Dari pernikahannya dengan Ngasmi dikaruniai delapan anak yakni: Muhammad Thoyibah, Muhammad Amin, Yasmah, Khoirul Bariyah, Syamsul Rozi, Abdul Ghofar, Mukhlisin dan Iin Suryani.
Mbah Yasin, demikian banyak orang memanggilnya, bersama istrinya ditengah keterbatasannya mampu menghantarkan anak-anaknya dalam bingkai pendidikan agama. Tercatat dua putra pertama dan kedua dimasukkan ke Pondok Pesantren Persis Bangil Pasuruan. Anak dan cucu-cucunya, mayoritas menjadi penggerak dakwah agama, khususnya persyarikatan Muhammadiyah, sebagai pengajar dan pendidik di pondok-pondok pesantren.
Anak dan cucu-cucunya banyak yang menjadi menghafal al-Qur’an 30 juz. Tak cukup di situ, Allah pun mempertemukan anak perempuannya jodoh orang-orang berilmu, hafidh 30 juz, juga berkecimpung di dunia pendidikan dan dakwah, sebagai pengajar pondok pesantren, dai dan dosen.
Artinya ‘rahim’ yang baik ditanam bibit yang baik jadilah keturunan yang baik pula. Dalam konteks baik secara agama, aqidah dan akhlaknya. Menjadi keluarga yang dimuliakan dan dihormati oleh banyak orang.
Dai Muda Dewan Dakwah Islam Indonesia
Berpisahnya Muhammad Thoyibah ke Sumatera Barat karena tugas dakwah. Lulusan Pondok Pesantren Persis Bangil tahun 1979 ini memang punya bakat sejak kecil sebagai da’i, kemampuan tablignya kemudian membawanya bisa bergabung dengan Dewan Da’wah Islamiah Indonesia (DDII).
Dari sinilah ia ditugaskan oleh DDII berdakwah ke Sumatera Barat. Selanjutnya, atas rekomendasi M. Natsir, pendiri DDII (berdiri 26 Februari 1967) da’i muda ini menjadi anggota Majelis Rabithah Alam Islami sampai sekarang.
Sementara, adiknya Muhammad Amin memilih tetap tinggal di desa kelahirannya. Tentu, karena harus menjadi penerus perjuangan sang ayah dan pembimbing umat di kemudian hari.
Kiai Amin, demikian masyarakat Desa Sekaran memanggilnya, terlibat dalam gerak persyarikatan. Lulusan Pondok Pesantren Bangil ini menjadi tokoh dan punggawa persyarikatan Muhammadiyah, khususnya Ranting Sekaran dan Cabang Sekaran umumnya.
Ketua PCM Dua Periode
Musyawarah Cabang (Musycab) Muhammadiyah Sekaran tahun 2000 di Ranting Gedangan Cabang Pangkatrejo menjadi titik awal berdirinya PCM Sekaran. Hal ini mengikuti pemecahan wilayah Kecamatan Sekaran menjadi Kecamatan Sekaran dan Kecamatan Maduran.
Musycab ini menghasilkan dua kepimpinan, yakni Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pangkatrejo dan PCM Sekaran, dan dialah yang kemudian menakhodai PCM baru tersebut.
Tercatat dua periode Kiai Amin jadi Ketua PCM Srkara , yakni periode 2000-2005 dan 2005-2010. Sementara 2010 hingga sekarang beliau memilih jadi anggota saja dan memberi kesempatan kepada yang lebih muda untuk menjadi ketua PCM.
Mengakhiri pembicaraannya dengan PWMU.CO, Kiai Amin mengucapkan doa: Allāhummaghfir lahum, warhamhum, wa ‘afihim, wa’fu ‘anhum. Allāhumma anzilir rahmata, wal maghfirata, was syafa’ata ‘ala ahlil quburi min ahli la ilaha illallahu Muhammadun rasulullah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni