Adaptif dan Inovatif di Tengah Gelombang Disrupsi: oleh M Ainul Yaqin Ahsan (Staf Pengajar di MA Muhammadiyah 9 Al-Mizan Lamongan)
PWMU.CO – Di era modern ini, istilah “disrupsi” sering terdengar dan mengacu pada perubahan besar yang mengguncang tatanan yang sudah mapan. Perubahan ini memaksa individu dan organisasi untuk beradaptasi atau menghadapi risiko kehilangan relevansi.
Buku “Disruption” karya Prof. Rhenald Kasali menjelaskan fenomena ini secara mendalam, menggambarkan betapa mendesaknya kebutuhan untuk beradaptasi di tengah gelombang disrupsi yang terus-menerus.
Dampak Disrupsi di Berbagai Sektor
Fenomena disrupsi ini dapat kita lihat dalam berbagai sektor kehidupan. Misalnya, industri penyiaran dan hiburan di Indonesia. Belakangan ini, muncul Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tampaknya tidak merepresentasikan kehendak rakyat, seperti RUU tentang kewajiban mendapatkan izin untuk membuat konten di platform seperti YouTube dan TikTok.
Banyak masyarakat merasa bahwa regulasi semacam ini tidak diperlukan dan mencurigai bahwa usulan ini mungkin berasal dari stasiun televisi besar yang menghadapi penurunan jumlah penonton akibat peralihan masyarakat ke platform digital.
Kehilangan pemirsa ke YouTube, TikTok, dan platform lainnya telah menggerus pendapatan iklan mereka. Untuk bertahan, mereka berupaya mempertahankan keberadaan mereka melalui regulasi yang membatasi pesaing.
Fenomena serupa juga terjadi di industri rental PlayStation, yang dulu berjaya namun kini banyak yang tutup karena maraknya game online yang dapat diakses dengan mudah melalui ponsel. Disrupsi telah mengganti kebiasaan masyarakat, dan mereka yang tidak bisa beradaptasi akhirnya tertinggal.
Disrupsi juga berdampak besar di bidang pendidikan dan karir. Apa yang dipelajari mahasiswa hari ini mungkin tidak relevan dalam beberapa tahun mendatang karena perubahan kurikulum dan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pembelajaran berkelanjutan dan pelatihan ulang untuk tetap relevan. Contohnya, seorang guru yang lulus dengan mempelajari administrasi keguruan, harus mengikuti pelatihan tambahan karena kurikulum dan administrasi pendidikan berubah.
Di sisi lain, sektor bisnis juga perlu beradaptasi dengan cepat. Perubahan perilaku konsumen, seperti beralihnya belanja dari pasar tradisional ke online shop, mengharuskan pedagang untuk memanfaatkan platform digital agar tetap kompetitif.
Generasi muda, terutama Gen-Z menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan yang stabil. Bahkan pekerjaan yang dianggap aman seperti di industri makanan, kini rentan terhadap disrupsi. Startup makanan banyak yang gulung tikar dalam waktu 2-3 tahun karena ketidakmampuan beradaptasi dengan perubahan pasar.
Disrupsi memang mengancam tetapi juga membuka peluang baru bagi mereka yang mau beradaptasi. Salah satu kunci untuk menghadapi disrupsi adalah fleksibilitas. Generasi sekarang, terutama Generasi Z harus memahami bahwa nasihat-nasihat lama mungkin tidak selalu relevan di era disrupsi ini karena nasehat lama berlaku di masanya. Kita harus siap untuk terus belajar, berinovasi, dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Strategi Menghadapi Disrupsi
Untuk menghadapi disrupsi ini, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan. Pertama, kita harus memiliki mentalitas terbuka dan siap untuk belajar hal baru. Kedua, kolaborasi dan kemitraan strategis bisa menjadi kunci keberhasilan, seperti yang dilakukan Blue Bird dengan Gojek. Ketiga, inovasi terus-menerus sangat penting. Kita harus selalu mencari cara untuk meningkatkan produk atau layanan kita agar tetap relevan.
Meskipun disrupsi menciptakan ketidakpastian dan ketidakstabilan, ada pelajaran berharga yang bisa diambil. Penting bagi individu dan organisasi untuk tidak terpaku pada satu nilai atau prinsip bisnis. Kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas menjadi kunci utama dalam menghadapi perubahan yang cepat.
Di era disrupsi ini, keberhasilan tidak ditentukan oleh seberapa keras seseorang berpegang pada cara lama, tetapi oleh kemampuan untuk melihat peluang di tengah perubahan dan beradaptasi dengan cepat.
Pada akhirnya, meskipun disrupsi membawa banyak tantangan, ia juga membuka banyak peluang baru bagi mereka yang siap beradaptasi dan inovatif. Di tengah ketidakpastian ini, optimisme dan kesiapan untuk berubah menjadi kunci utama untuk bertahan dan berkembang. Dengan adaptasi yang tepat, individu dan institusi dapat mengatasi tantangan ini dan bahkan menemukan peluang baru.
Di era disrupsi ini, adaptasi dan inovasi bukan hanya kunci untuk bertahan, tetapi juga untuk berkembang dan mencapai kesuksesan yang lebih besar. Jadi, mari kita sambut disrupsi ini sebagai peluang untuk terus tumbuh dan berkembang di tengah ketidakpastian. (*)
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan