PWMU.CO – SD Muhammadiyah 3 Ikrom Wage mengadakan Pondasi (Pondok Anak Semalam Ikrom) dan Frisa (Friday and Saturday Camp) Camp, Jumat-Sabtu (6-7/8/2024).
Benny Jalaluddin Assuyuti ketua pelaksana, berujar bahwa Pondasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan kemandirian. Kegiatan ini juga bertujuan menjadikan kader Islam yang berakhlak mulia.
Selain itu, kegiatan ini juga bersamaan dengan Frisa Camp, yaitu kegiatan ekstrakurikuler Hizbul Wathan.
Kegiatan Pondasi memiliki jumlah 105 peserta yang berasal dari siswa kelas lima, sedangkan Frisa Camp berjumlah 91 peserta dari siswa kelas empat.
“Kegiatan ini dilaksanakan serentak karena tujuannya sama, yaitu menumbuhkan dan memupuk kemandirian,” tambah Benny.
Kegiatan Pondasi mampu menumbuhkan kemandirian dengan menghadirkan pemateri, yaitu Fimas Maulana Al Jufri MPd.
Fimas menjelaskan materinya dengan penuh semangat, menyampaikan bahwa topik kali ini adalah tentang kemandirian.
Kemandirian pada Siswa
“Siapa yang tahu arti mandiri?” tanyanya, sambil tersenyum memancing respons dari para siswa. Lalu, ia melanjutkan dengan candaan, “Lho, kok mandiri sendiri?” Sejenak kelas tertawa.
Fimas menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan mengatur diri sendiri dan mengambil keputusan tanpa bergantung pada orang lain.
Ia menekankan betapa pentingnya kemandirian, terutama bagi perkembangan siswa di masa depan.
“Kemandirian bukan hanya soal melakukan sesuatu sendiri, tetapi juga soal meningkatkan rasa percaya diri,” jelasnya.
Dengan kemandirian, seseorang menjadi lebih yakin pada kemampuannya, dan ini menjadi landasan penting untuk tumbuh dan berkembang.
“Selain itu, mandiri juga membuat kalian mampu berpikir kritis,” tambah Ustadz Fimas.
Saat seorang siswa belajar mandiri, ia dilatih untuk mempertimbangkan berbagai sisi dari sebuah masalah dan menemukan solusi terbaik.
Lebih jauh, Fimas menyampaikan kemandirian membantu untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan ketika dewasa.
Selanjutnya, Fimas mulai mengupas aspek-aspek kemandirian yang perlu dipahami oleh setiap siswa. Ia menjelaskan pentingnya kemampuan mengelola emosi, seperti marah.
Menurutnya, orang yang mandiri bukanlah orang yang tidak pernah marah, tetapi orang yang tahu bagaimana mengendalikan amarahnya dan tetap bisa berpikir jernih.
Untuk memperjelas pesannya, Ustadz Fimas memutar sebuah film yang menggambarkan tokoh luar biasa dalam sejarah, Sultan Muhammad Al-Fatih.
Ia menjelaskan bahwa sejak kecil, Sultan Al-Fatih dibiasakan untuk menghafal al-Quran, tidak pernah meninggalkan salat, gemar berpuasa, dan rutin menjalankan salat Tahajud.
“Siapa yang ingin menjadi seperti Sultan Muhammad Al-Fatih?” tanyanya kepada para siswa.
Kemudian ia menjelaskan, “Beliau bisa seperti itu karena sejak kecil diajarkan kemandirian oleh orang tua dan gurunya.”
Ini menjadi contoh nyata bahwa kemandirian yang ditanamkan sejak dini mampu melahirkan pemimpin besar.
Fimas membagikan tiga strategi penting dalam mengembangkan kemandirian. Pertama, belajar bertanggung jawab. Kedua, berani mengambil keputusan. Terakhir, ia mengingatkan pentingnya belajar dari kesalahan.
Strategi Mengembangkan Kemandirian
Fimas tak hanya memberikan teori tentang pentingnya kemandirian, tetapi juga berbagi contoh konkret yang bisa diterapkan sehari-hari oleh para siswa. Salah satu caranya adalah dengan menyusun tugas harian.
Dengan merencanakan kegiatan yang harus dilakukan setiap hari, siswa belajar untuk bertanggung jawab atas waktu mereka sendiri.
Selain itu, Fimas mengajak para siswa untuk mulai mengelola uang saku mereka. Bukan hanya tentang seberapa besar uang yang mereka miliki, tetapi bagaimana cara membelanjakannya secara bijaksana.
Lebih lanjut, Fimas menekankan pentingnya pengambilan keputusan dalam kelompok atau proyek.
Melalui diskusi dan kerja sama dengan teman-teman, siswa dilatih untuk berani menyuarakan pendapat, mempertimbangkan pilihan, dan mengambil tanggung jawab atas keputusan yang mereka buat bersama.
Jika Pondasi menumbuhkan kemandirian siswa melalui materi, Frisa Camp menumbuhkan kemandirian melalui aktivitas memasak makan malam bersama guru pendamping.
“Sekolah menyediakan bahan makanan mentah seperti telur dan sayur sop, sedangkan anak-anak diminta membawa peralatan memasak dari rumah, seperti penggorengan atau panci,” ujar Yuni Rahmawati guru pendamping.
Selain dua kegiatan itu, para siswa juga mengikuti kegiatan peningkatan keislaman dan keimanan melalui salat Tahajud dan renungan malam bersama di Ikrom Sport.
Penulis Khoirun Nisa’ Editor Zahra Putri Pratiwig