Silviyana Anggraeni (Foto: PWMU.CO)
Silviyana Anggraeni merupakan pegiat literasi dan aktif di APIMU Lamongan
PWMU.CO – Marriage is scary adalah isu yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Berawal dari banyaknya peristiwa soal pernikahan yang viral di media. Dalam hal ini peristiwa yang tidak mengenakan sehingga meninggalkan kesan bahwa pernikahan itu menakutkan. Padahal berbagai macam problematika dalam pernikahan adalah sesuatu yang wajar. Seperti kehidupan yang kadang membahagiakan, terkadang menyedihkan. Problematika yang pasti terjadi dalam pernikahan, bahkan semua orang yang menikah akan mengalaminya. Namun sekarang, berkat media, cerita cerita sedih itu menjadikan pernikahan sebagai momok yang menakutkan.
Beberapa rangkuman cerita itu diantaranya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, penelantaran secara ekonomi, ketidakharmonisan dengan keluarga pasangan, dan masih banyak lagi. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak kisah-kisah pernikahan yang membahagiakan, tetap saja hal tersebut menjadi ketakutan tersendiri bagi mereka yang belum pernah menikah ataupun pernah gagal dalam pernikahan sebelumnya. Mereka akan berpikir berulang-ulang untuk memulai kehidupan rumah tangga.
Ketakutan untuk memulai hubungan pernikahan adalah sesuatu yang wajar. Seperti kata pakar Psikolog Ghozali Rusyid Affandi SPsi MA yang mengatakan “Rasa takut itu wajar menjelang pernikahan karena semua orang yang akan menikah tetap merasa khawatir terkait dengan kondisi kehidupan kedepannya, yang tidak wajar adalah ketika ketakutan itu mengganggu kehidupannya dan menjadi permasalahan.” Ketakutan yang berlebihan tersebut dalam bahasa medis adalah Gamofobia.
Ada dua akibat jika isu marriage is scary tetap di mainkan. Akibat yang pertama tentu orang akan takut untuk menikah. Mereka khususnya anak-anak muda akan memikirkan solusi lain selain berkomitmen dalam sebuah pernikahan. Padahal menikah adalah sunnatullah. Siapa yang menikah maka dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Dengan tidak adanya pernikahan dapat dipastikan keberlangsungan generasi penerus akan terputus. Akibat yang kedua adalah meningkatnya kasus seks bebas. Mungkin mereka takut pada komitmen jangga panjang yakni pernikahan tetapi bukankah kebutuhan biologis manusia tetap ada.
Jangan-jangan marriage is scary hanya dijadikan alasan untuk lepas dari komitmen jangka panjang dan tanggung jawab dalam hubungan yang legal. Tetapi disisi yang lain mereka justru merusak peradaban dengan hubungan ilegal seperti seks bebas. Dua akibat itu tentu sejalan dengan sabda Nabi “apabila datang kepada kalian siapa yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan menjadi fitnah dan muka bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Al-Hakim).
Untuk menanggulangi ketakutan akan ikatan pernikahan itu setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan pasangan calon pengantin menurut salah seorang tiktokers yaitu saudari Ihya Addini Islami. Yang pertama adalah persiapan. Karena menurut ihya, faktor dari ketakutan adalah ketidaksiapan. Maka dari itu untuk menanggulangi ketidaksiapan dibutuhkan sebuah persiapan. Persiapan dalam pernikahan ada banyak sekali macamnya, diantaranya persiapan ilmu, persiapan mental, persiapan finansial dan masih banyak lagi. Dengan persiapan yang matang, sedikit demi sedikit rasa takut pada masa yang akan datang dapat berangsur menurun. Lalu berubah menjadi rasa optimis dalam menjalani kehidupan pernikahan.
Hal kedua yang perlu dilakukan oleh pasangan calon pengantin adalah melakukan kesepakatan. Dengan melakukan kesepakatan di awal mereka jadi memiliki pegangan dalam mengarungi komitmen rumah tangga yang pastinya akan banyak cobaan dan rintangan didalamnya. Misal, kesepakatan bagaimana mereka akan mendidik anak-anak kelak, dimana mereka akan tinggal setelah menikah, siapa yang bekerja dan siapa yang mengasuh anak dirumah, batasan-batasan dalam berhubungan dengan yang bukan mahram, atau perilaku apa yang dapat di toleransi dan yang tidak dapat di toleransi, dan masih banyak kesepakatan-kesepakatan lainnya yang sangat penting untuk dibuat sebelum pernikahan.
Karena dengan adanya kesepakatan masing-masing pasangan akan berusaha mematuhi atau berjalan di atas koridor kesepakatan tersebut dan sebisa mungkin akan menghindari apa saja yang beresiko pada pelanggaran kesepakatan. Lebih bagus lagi jika kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian hitam di atas putih.
Setelah melakukan persiapan dan kesepakatan sebagai langkah antisipasi marriage is scary, hal ketiga yang wajib dilakukan oleh pasangan suami istri adalah sebuah penerimaan. Menerima baik dan buruk pasangan. Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan. Karena pasangan kita bukanlah malaikat, mahluk yang tak pernah membuat kesalahan, pasangan kita adalah manusia tempatnya salah dan lupa, begitupun diri kita. Selama kekurangan dan kesalahan itu bukanlah sesuatu yang fatal, melapangkan hati mungkin akan lebih baik ketimbang membuat jin dasim bersorak soray.
Dan berbicara soal ketakutan, sebenarnya tidak hanya terjadi pada pernikahan. Tetapi juga pada hal lain yang sifatnya masih menjadi rahasia ilahi. Tinggal bagaimana kita mengkontrol ketakutan itu, agar tidak berlebihan apalagi menimbulkan rasa was-was. Karena was-was adalah salah satu senjata iblis untuk menghancurkan aqidah manusia. Adapun tentang bahaya was-was dalam sebuah Hadist Riwayat Muslim “(was-was) Itu adalah setan yang dinamakan Khinzib. Apabila engkau merasakannya maka berlindunglah kepada Alloh (ta’awwudz) darinya dan tiuplah ke sebelah kirimu sebanyak tiga kali.”
Editor Teguh Imami