Penulis Rohana – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya
PWMU.CO – Secara keseluruhan, perbedaan gender adalah perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin dan tingkah laku masing-masing.
Dapat juga dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan kodrat Tuhan. Konsep gender sendiri perlu dibedakan antara gender dan jenis kelamin.
Perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita adalah kodrat Tuhan, karena secara permanen merupakan sifat biologis yang tidak pernah berubah. Sebaliknya, gender adalah perbedaaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial.
Penyimpangan yang bukan kodrat ini disebabkan oleh proses sosial dan budaya yang kompleks.
Perempuan dan laki-laki secara biologis memang berbeda. Kita bisa melihat perbedaan ini di berbagai aspek, seperti fisik, cara berpikirnya, hingga bagaimana mereka merespons atau menanggapi suatu situasi yang terjadi.
Namun, meskipun perbedaan ini ada di antara laki-laki dan perempuan, bukan berarti perbedaan tersebut harus dijadikan alasan untuk membeda-bedakan perlakuan terhadap mereka.
Di masyarakat, kita sering melihat bagaimana peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang di batasi oleh aturan-aturan atau ketentuan yang sudah ada sejak dulu. Misalkan laki-laki itu di harapkan untuk kuat dan bisa menjadi pemimpin, tidak loyoh dan lain sebagainya.
Sedangkan di sisi lain perempuan itu tidak boleh menjadi pemimpin karena beralasan bahwa perempuan itu lemah dan jikalau sudah menikah mereka harus berfokus terhadap rumah tangganya, seperti mengurus anak, memasak, mencuci pakain, dan lain sebagainya.
Perempuan juga tidak harus untuk berpendidikan tinggi, toh nantinya juga mereka akan kembali ke dapur.
Stereotip atau tanggapan seperti ini sudah membentuk pola pikir kita sejak kecil sehingga berdampak kedepannya, bahwa banyak sekarang laki-laki dan perempuan hanya berfokus terhadap tugasnya masing-masing.
Misalnya, laki-laki itu harus lebih menonjol dari pada perempuan, sedangkan perempuan dituntut untuk hanya berfokus terhadap kodratnya. Padahal hal seperti ini juga bisa di lakukan oleh kedua pihaknya.
Sampai saat ini, perempuan sebagian besar masih dipandang sebagai manusia yang lemah karena sering terjadinya insiden yang melemahkan otoritas perempuan berdasarkan stereotip gender atau ketimpangan gender.
Karena banyak metode pandang yang tidak jelas dan dapat diperdebatkan, topik tentang perempuan selalu menjadi subjek yang sulit untuk didiskusikan.
Adanya anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah menjadikan manusia sering disepelekan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika dibandingkan dengan laki-laki yang selalu irasional, perempuan merupakan makhluk yang lebih lembut dan penuh perasaan (emotional).
Pandangan biologis yang berbeda ini menempatkan perempuan pada posisi yang rendah atau inferior, sedangkan laki-laki pada posisi yang lebih tinggi atau superior.
Perbedaan seperti inilah yang memunculkan masalah gender. Akibatnya, ada kasus ketimpangan gender yang menyebabkan perempuan mengalami diskriminasi karena adanya kasus tersebut.
Selain itu juga ada keterkaitan dengan kepemimpinan bahwa masih banyak sekarang yang menganggap perempuan itu tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin karena ada berbagai alasan.
Seperti halnya perempuan yang mempunyai sifat lemah lembut dan mempunyai empati yang lebih tinggi daripada laki-laki, sedangkan dalam menjadi seorang pemimpin harus mempunyai sifat tegas dan kuat.
Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap impian dan cita-cita perempuan mungkin banyak dari mereka yang ingin menjadi seorang pemimpin dan dalam mencapai hal itu harus berpendidikan.
Akan tetapi masih banyaknya masyarakat yang menggap bahwa pendidikan tidak penting bagi perempuan, karena nantinya mereka akan kembali ke dapur, sehingga banyak perempuan-perempuan yang tidak mau melanjutkan pendidikannya, karena sudah terpengaruh terhadap stereotip masyarakat di sekitarnya.
Stereotip seperti ini sebenarnya keliru, karena perempuan dan laki-laki itu mempunyai hak yang sama, dan kedudukan yang sama, yang membedakan mereka hanyalah jenis kelaminnya.
Seperti statement terakhir yang di sampaikan oleh Dr Pinky Saptandari Dra MA saat menjadi narasumber kegiatan Diksuswati yang diadakan oleh PC IMM Kota Surabaya bahwa, perempuan dan laki-laki memang beda namu jangan dibeda-bedakan.
Statement ini sangat berpengaruh sekali bagi para perempuan dan bisa membuka pola pikir bagi perempuan untuk bisa dapat lebih maju lagi sama halnya seperti laki-laki.
Dalam menangani hal ini ada kaitannya dengan pendidikan keluarga berbasis gender untuk anak usia dini, yang dimana ini nanti akan berpengaruh terhadap pencegahan stereotip gender. Dimana pendidikan keluarga dapat membantu mencegah pembentukan stereotip yang membatasi.
Dengan menyediakan lingkungan yang mendukung eksplorasi minat tanpa memandang gender, orang tua dapat mendorong anak untuk mengembangkan potensi mereka secara penuh.
Misalnya, mendorong anak laki-laki untuk bermain mainan edukatif dan anak perempuan untuk terlibat dalam aktivitas yang menantang.
Hal itu berkaitan dengan penting pendidikan tinggi bagi perempuan karena berpengaruh di berbagai aspek, yaitu pendidikan tinggi pada perempuan akan memberikan keterampilan dan pengetahuan untuk mandiri baik itu secara ekonomi, intelektual, dan sosial.
Selain itu dapat mengurangai kemiskinan, karena perempuan yang berpendidikan tinggi akan lebih mungkin untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan lebih tinggi.
Dengan demikian, membantu dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan dapat juga memutus rantai kemiskinan antar generasi.
Pemberian asuhan yang baik terhadap anak-anaknya akan lebh memahami pentingnya gizi untuk anak, kebersihan, dan perawatan kesehatan yang baik. Dan perempun itu adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya.
Oleh karena itu perbedaan bukanlah alasan untuk membatasi peran antara laki-laki da perempuan. Setiap orang itu memiliki hak yang sama dan kedudukan yang sama, tidak ada yang membeda-bedakan, baik itu dalam dalam hal menjadi seorang pemimpin maupun masuk dalam dunia politik
Perempuan bisa menjadi pemimpin yang kuat seperti halnya laki-laki bisa menjadi sosok penuh empati dan perhatian terhadap keluarganya.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun