PWMU.CO – Sebanyak 280 siswa kelas 10 dan 11 Madrasah Aliyah Muhammadiyah 1 Karangasem (Mamsaka) Paciran mengikuti aksi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil ‘Alamin (P5RA) pada Selasa (5/11/24) di halaman madrasah dan berlangsung penuh semangat.
Aksi P5RA ini difokuskan pada kegiatan membatik taplak meja dengan motif-motif yang mencerminkan kearifan lokal Paciran. Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk nyata pengembangan keterampilan siswa sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan budaya daerah secara mendalam.
Dalam aksi P5RA ini, para siswa tidak hanya belajar menggambar pola batik, tetapi juga belajar memahami makna di balik setiap motif yang mereka buat. Motif-motif yang dibuat meliputi hasil laut dan makanan khas Paciran, seperti rajungan, lele, udang, keong, dan ikan bandeng. Tak ketinggalan, makanan tradisional seperti jumbrek juga turut dijadikan sebagai inspirasi dalam pembuatan pola taplak meja.
Proses membatik taplak meja ini dimulai dengan pengenalan motif oleh para guru pembimbing. Pada proses ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengamati dan menggambar pola di atas kertas, sebelum akhirnya memindahkan desain mereka ke kain taplak meja.
“Kami ingin, para siswa tidak hanya sekadar membuat kerajinan, tetapi juga dapat menanamkan rasa bangganya terhadap budaya lokal mereka sendiri,” ungkap Kordinator P5RA, Rifa’ul Ummah SPd.
Salah satu siswa kelas 10, M. Nuril Anwar mengungkapkan kesannya selama mengikuti kegiatan ini. “Awalnya saya pikir membatik itu susah dan membosankan, tapi setelah mencoba sendiri, ternyata seru dan menantang. Terutama ketika harus menjaga agar lilin tidak menetes di tempat yang salah,” ujarnya sambil tertawa.
Proses membatik dimulai dengan menorehkan lilin batik (malam) ke kain dengan menggunakan canting. Tujuannya adalah untuk membentuk garis-garis motif. Setelah itu, kain yang telah dilapisi malam dicelupkan ke dalam pewarna dan kemudian dikeringkan. Setelah kering, kain direbus untuk menghilangkan malam sehingga motif yang diinginkan muncul dengan jelas. Proses tersebut membutuhkan ketelitian dan kesabaran, terutama bagi siswa yang baru pertama kali melakukannya.
Makna di Balik Motif Kearifan Lokal
Setiap motif yang dipilih memiliki makna tersendiri misalnya, motif rajungan dan udang. Motif tersebut menggambarkan kekayaan hasil laut Paciran yang terkenal sebagai sumber penghidupan warganya. Sementara itu juga ada motif jumbrek. Jumbrek merupakan makanan tradisional yang manis, terbuat dari tepung beras dan gula lontar. Motif ini merepresentasikan kearifan lokal yang lekat dengan kebersamaan dan rasa manis kebahagiaan.
“Sangat menarik melihat siswa mengeksplorasi dan memahami makna di balik motif-motif ini. Kami berharap, dengan kegiatan seperti ini, para siswa akan lebih mencintai dan menghargai budaya mereka sendiri,” kata Kepala Madrasah Aliyah Muhammadiyah 1 Karangasem, Purwanto MPd, yang juga turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan P5RA ini mendapatkan apresiasi positif dari para siswa dan guru. Selain menambah wawasan budaya, kegiatan ini juga melatih keterampilan motorik halus serta mengasah kreativitas siswa.
“Kami berharap kegiatan seperti ini bisa terus dilanjutkan dan menjadi salah satu agenda tahunan madrasah. Dengan begitu, para siswa akan semakin dekat dengan budaya lokal dan mampu membawa nilai-nilai tersebut ke masa depan,” tambah Purwanto.
Kegiatan membatik taplak meja dengan motif kearifan lokal ini tidak hanya menjadi sarana edukatif, tetapi juga menjadi sarana untuk membangkitkan rasa bangga akan warisan budaya Paciran. Dengan semakin banyaknya siswa yang terlibat, diharapkan kecintaan dan pelestarian budaya lokal dapat terus berlanjut sehingga dapat terus tumbuh di generasi muda. (*)
Penulis Wahidul Qohar Editor Ni’matul Faizah