Oleh Taufiqur Rohman – Ketua Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) PD Muhammadiyah Banyuwangi
PWMU.CO – Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang mengusung visi Islam yang berkemajuan. Dalam mewujudkan visi itu, maka organisasi besutan Ahmad Dahlan ini menisbahkan dirinya sebagai gerakan pencerahan menuju Indonesia yang berkemajuan. Pilar utama gerakannya adalah di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial. Beragam syahadah (bukti nyata) dari gerakan pencerahan tersebut telah terwujud di bumi pertiwi ini, seperti sekolah, rumah sakit, masjid, dan panti sosial. Di usianya yang sudah mencapai 112 tahun ini, peran masif gerakan pencerahan Muhammadiyah menjadi sangat penting di tengah maraknya judi online.
Sejatinya judi adalah penyakit sosial masyarakat yang ada sejak zaman dulu. Dampak negatifnya bisa membawa pelakunya jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Judi juga dapat menimbulkan pertikaian dan konflik.
Dalam ajaran Islam, judi di sebut maisir. Suatu permainan yang melibatkan pertaruhan dan pengambilan keuntungan dari pemain yang kalah. Sebagaimana termaktub dalam QS al-Maidah 90. Karenanya, judi merupakan perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Judi merupakan perbuatan terlarang yang harus dijauhi umat manusia. Judi dapat menghalangi dari mengingat Tuhan.
Meskipun agama telah melarang keras segala bentuk perjudian, namun penyakit sosial ini belumlah hilang, bahkan terus berkembang di masyarakat. Dan pola kejahatannya pun semakin canggih dengan mendompleng pada kemajuan teknologi untuk memuluskan perjudiannya (judi online). Kasus yang menimpa Gunawan Sadbor menjadi fenomena yang menggugah kita bahwa judi online telah marak di media sosial. Tentu hal ini menjadi tantangan nyata dari gerakan pencerahan Muhammadiyah.
Merusak mental
Selain dapat memiskinkan masyarakat, dampak negatif yang lebih parah dari judi ini adalah ia mampu merusak mental anak bangsa. Inilah yang justru sangat membahayakan bagi kemajuan suatu bangsa, tatkala generasi mudanya hanya berangan-angan tanpa mau bekerja keras. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa 2% pelaku judi online kategori usia di bawah usia 10 tahun. Sangat miris bukan? Bagaimana akan mewujudkan Indonesia yang berkemajuan ataupun Indonesia Emas yang dicita-citakan, jika generasi mudanya telah kecanduan judi online.
Pemerintah telah antisipasi dengan menerbitkan Undang-undang (UU) ITE Nomor 1/2024 dengan memasukkan judi online sebagai bentuk pelanggaran. Namun kasus penangkapan belasan oknum staf Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) oleh aparat belum lama ini, justru mengindikasikan kurang seriusnya pemerintah dalam memberantas maraknya judi online yang telah lama beredar.
Perlu peran aktif Muhammadiyah
Oleh karena itu Muhammadiyah tidak cukup hanya memberikan apresiasi kepada pemerintah atas penangkapan tersebut, karena hal itu sifatnya hanyalah jangka pendek. Namun. Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan diharapkan semakin masif menggerakkan seluruh potensi kekuatannya, baik yang ada di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosialnya. Jika Muhammadiyah melangkah untuk kampanye melawan judi online (judol), pasti akan menjadi kekuatan dahsyat dan berdampak posisif.