Oleh Dinil Abrar Sulthani – Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Turki 2022-2024
PWMU.CO – Dalam perspektif Al-Qur’an, manusia menjadi makhluk ciptaan Allah yang terbaik. Keunggulan manusia dari makhluk yang lain tidak pada fisik jasmaniahnya, tetapi pada kekuatan berkehendak sesuai hati nurani (perasaan), akal pikiran, dan tindakan. Keunggulan tersebut tidak satu pun yang ada pada makhluk yang lain. Dan dari kekuatan kehendak dalam melakukan sesuatu itulah, manusia memiliki konsekuensi untuk bertanggungjawab.
Karena itulah, manusia perlu menjaga dan mengoptimalkan karunia terbaik tersebut sesuai syariat ajaran agama Islam.
Sebagai makhluk ciptaan Allah, seorang Muslim sudah sepatutnya memiliki peran dan fungsi selaras dengan ajaran Islam. Karena peran dan fungsi tersebut menjadi dasar tujuan manusia turun ke dunia, yang kelak akan kembali lagi ke akhirat. Maka, sepantasnya kehadiran manusia ke dunia ini menstimulus kesadaran diri untuk selalu beramal dengan kualitas dan kuantitas terbaik sebagai wujud penghambaan dalam melaksanakan peran dan fungsi manusia.
Nilai spiritual (penghambaan) tersebut bisa terjaga dengan baik, jika kita berupaya untuk memahami pentingnya hubungan manusia dan agama. Karena itu manusia perlu mengerti kepada siapa seharusnya wajib menghamba dan bagaimana cara menghamba yang benar sesuai aturan.
Dalam memenuhi rasa ingin memahami menjadi hamba yang selaras dan lurus, maka harus mau menjalankan syariat agama. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa merasa menjadi manusia terbaik dengan tanpa harus mengkaitkan dengan agama, merupakan pilihan jalan yang keliru dan menyimpang dari orientasi penciptaan dirinya sendiri oleh Allah.
Intisari beragama adalah beramal dan bekerja berlandaskan kekuatan iman dan ilmu. Mengenal dan memahami agama tidak cukup hanya memposisikannya sebagai pengetahuan semata. Tetapi juga harus memanifestasikan dalam bentuk tindakan amal lahiriah. Adanya jasad dan ruh, hati dan pikiran merupakan bukti satu kesatuan yang untuk tunduk patuh kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa dan Esa sebagai sesembahan. Kepatuhan dalam penghambaan ini berdasarkan aturan sudah tertera dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Landasan agama yang kuat dapat membentuk kepribadian muslim yang tangguh. Kepribadian yang mampu menjalin relasi positif antara habl min Allah dan habl min annas. Hubungan baik dengan Allah diaktualisasikan dalam bentuk konsisten aqidah dan ibadah mahdla kepada Sang Maha Pencipta. Sedangkan dalam hubungan baik dengan sesama manusia dan seisi alam semesta diwujudkan aktualisasikan melalui akhlak bermuamalah.
Manusia sangat membutuhkan agama terkait pada beberapa hal. Satu, agama sebagai identitas muslim yang percaya kepada Allah, Tuhan Semesta Alam. Dua, agama menjadi jalan dalam hidup, Profesi apapun agama harus menjadi hiasan dalam setiap gerak-langkah kegiatan manusia. Tiga, agama sebagai dasar mencari solusi dari permasalahan yang terjadi di masa lalu, sekarang dan akan datang. Empat, agama sebagai pegangan untuk keselamatan hidup di dunia maupun akhirat. Agama menjadi kebutuhan hidup agar hidup ini lebih bermakna.
Memang terdapat sebagian manusia yang merasa sia-sia hidup berpegang pada agama karena kehidupan duniawinya dalam kondisi susah. Mereka merasa pilihan keberagamaan sebagai pilihan yang sia-sia. Apalagi jika kemudian membandingkan dengan kehidupan orang-orang yang tidak berpegang pada agama, dan terkesan tampak bahagia. Pandangan empiris-materialis seperti ini kini banyak menyangkiti kehidupan manusia, utamanya generasi muda. Mereka pun tidak merasa bersalah untuk berlomba-lomba meninggalkan agama.
Agar tidak terjadi persepsi atau pandangan yang membenturkan agama dengan kehidupan yang ada, maka hendaknya agama dirasakan dan dipahami secara mendalam (radikal), meluas (universal), dan menyeluruh (komprehensif). Ber-Islam harus secara totalitas, bukan sekedar ikut trend atau sekedar untuk mengejar mengharap material belaka.
Memahami agama sebagai pandangan hidup (way of life) harus terjadi dalam sepanjang waktu, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur, dari pagi sampai malam. Ajaran agama tersematkan dalam raga dan jiwa, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, dari jasmani hingga ruhani. Beragama harus secara kaffah (totalitas), fi silmi kaffah menjadi insan kamil.
Jika kita sebagai umat Islam memahami dan memaknai agama secara kaffah, niscaya akan terbentuk peradaban mulia dan berkemajuan. Dakwah Muhammadiyah mengusung motivasi mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu dakwah yang mempunyai gerakan untuk mengingatkan, membimbing dan memfasilitasi manusia beragama dengan mudah, baik dan benar. Gerakan dakwah yang memberikan pencerahan bagi manusia menjadi lebih baik, mulia dan istiqomah dalam menjalankan syariat agama Islam.
Dengan demikian, hubungan (korelasi) manusia dan agama sesungguhnya dapat ditinjau dari tiga hal; 1. Manusia butuh agama melebihi kebutuhannya terhadap pangan, sandang, papan 2. Agama yang sejati pasti relevan dengan tantangan zaman. 3. Hubungan manusia dengan Tuhannya merupakan relasional abadi yang harus terus berjalan.
Editor Notonegoro